Refleksi
“Dimana Gurunya Manusia?”
Oleh:
Uswatun Hasanah, M.Pd..I.
Sekarang-sekarang
ini, penulis jarang sekali, bahkan mungkin hampir tidak pernah melihat guru
yang rajin dalam hal memeriksa kebersihan kuku peserta didiknya. Pada saat yang
dulu biasanya dilakukan sesaat sebelum peserta didik masuk kelas, peserta didik
tersebut berbaris sambil berhitung dan dipanggil namanya oleh guru secara
bergiliran atau satu-persatu. Setelah selesei, kemudian semuanya memasuki kelas
dan guru menyuruh peserta didik untuk melakukan pembiasaan di awal pembelajaran
seperti mengaji al-Qur’an.
Jangan
dikira kegiatan hal-hal yang diatas tadi, tidak akan berarti apa-apa untuk
dalam pembelajaran peserta didik. Justru sebaliknya, gurunya manusia selalu
melakukan hal-hal yang kecil, agar hal demikian bermanfaat untuk meningkatkan
kualitas belajar peserta didik. Adapun manfaat yang diperoleh guru dalam hal
kegiatan pemeriksaan kebersihan kuku pada peserta didik, sebenarnya dengan
tujuan untuk melatih kecerdasan intrapersonal atau disebut dengan kecerdasan
diri pada peserta didiknya. Selain itu, pembiasaan mengaji al-Qur’an sebelum
memulai pembelajaran di kelas, juga bertujuan untuk mengasah kecerdasan
spiritual peserta didiknya lewat adanya kegiatan ini.
Lantas
!!! Dimana Gurunya Manusia? Jawabnya: “tentu
ada di lembaga pendidikan manapun, namun tidak banyak”. Dalam kenyataan di
lapangan sekolah, yang penulis rasakan saat ini, mungkin hanya sebagian saja
yang sudah berhasil menjadi gurunya manusia. Disadari atau tidak, Sisanya, yakni
tipe guru matrealistis dan tipe guru robot.
Gurunya Manusia adalah guru yang mempunyai
keikhlasan dalam mengajar dan belajar. Guru yang mempunyai keyakinan bahwa
target pekerjaannya adalah membuat para siswa berhasil dalam memahami
materi-materi yang diajarkan. Guru yang ikhlas, yang mengajar dengan hati, guru
yang akan berintropeksi apabila ada siswa yang tidak memahami materi yang telah
diajarkannya. Guru yang berusaha meluangkan waktu untuk belajar, sebab mereka
sadar bahwa profesi guru adalah profesi yang tidak boleh berhenti untuk
belajar. Guru yang keinginannya kuat dan serius ketika mengikuti pelatihan dan
pengembangan kompetensi.
Menjadi
gurunya manusia memang sulit dan tidak mudah. Namun, melihat banyaknya
kemerosotan moral peserta didik, Apakah kita masih bisa diam, tanpa perubahan
untuk menjadi guru yang lebih baik lagi, yang dulu mungkin pernah memiliki
karakter guru robot hingga menjadi sosok guru matrealistis. Kini, saatnya
berubah menjadi gurunya manusia. Selamat mencoba, menjadi gurunya manusia, Guru
yang selalu merasakan bahwa tiap detik saat belajar bersama peserta didik
adalah hal yang paling berharga.
0 comments:
Post a Comment