Sunday, June 29, 2014

Refleksi “Dimana Gurunya Manusia?”

Refleksi
“Dimana Gurunya Manusia?”
Oleh: Uswatun Hasanah, M.Pd..I.
Sekarang-sekarang ini, penulis jarang sekali, bahkan mungkin hampir tidak pernah melihat guru yang rajin dalam hal memeriksa kebersihan kuku peserta didiknya. Pada saat yang dulu biasanya dilakukan sesaat sebelum peserta didik masuk kelas, peserta didik tersebut berbaris sambil berhitung dan dipanggil namanya oleh guru secara bergiliran atau satu-persatu. Setelah selesei, kemudian semuanya memasuki kelas dan guru menyuruh peserta didik untuk melakukan pembiasaan di awal pembelajaran seperti mengaji al-Qur’an.
Jangan dikira kegiatan hal-hal yang diatas tadi, tidak akan berarti apa-apa untuk dalam pembelajaran peserta didik. Justru sebaliknya, gurunya manusia selalu melakukan hal-hal yang kecil, agar hal demikian bermanfaat untuk meningkatkan kualitas belajar peserta didik. Adapun manfaat yang diperoleh guru dalam hal kegiatan pemeriksaan kebersihan kuku pada peserta didik, sebenarnya dengan tujuan untuk melatih kecerdasan intrapersonal atau disebut dengan kecerdasan diri pada peserta didiknya. Selain itu, pembiasaan mengaji al-Qur’an sebelum memulai pembelajaran di kelas, juga bertujuan untuk mengasah kecerdasan spiritual peserta didiknya lewat adanya kegiatan ini.
Lantas !!! Dimana Gurunya Manusia? Jawabnya:  “tentu ada di lembaga pendidikan manapun, namun tidak banyak”. Dalam kenyataan di lapangan sekolah, yang penulis rasakan saat ini, mungkin hanya sebagian saja yang sudah berhasil menjadi gurunya manusia. Disadari atau tidak, Sisanya, yakni tipe guru matrealistis dan tipe guru robot.
 Gurunya Manusia adalah guru yang mempunyai keikhlasan dalam mengajar dan belajar. Guru yang mempunyai keyakinan bahwa target pekerjaannya adalah membuat para siswa berhasil dalam memahami materi-materi yang diajarkan. Guru yang ikhlas, yang mengajar dengan hati, guru yang akan berintropeksi apabila ada siswa yang tidak memahami materi yang telah diajarkannya. Guru yang berusaha meluangkan waktu untuk belajar, sebab mereka sadar bahwa profesi guru adalah profesi yang tidak boleh berhenti untuk belajar. Guru yang keinginannya kuat dan serius ketika mengikuti pelatihan dan pengembangan kompetensi.
Menjadi gurunya manusia memang sulit dan tidak mudah. Namun, melihat banyaknya kemerosotan moral peserta didik, Apakah kita masih bisa diam, tanpa perubahan untuk menjadi guru yang lebih baik lagi, yang dulu mungkin pernah memiliki karakter guru robot hingga menjadi sosok guru matrealistis. Kini, saatnya berubah menjadi gurunya manusia. Selamat mencoba, menjadi gurunya manusia, Guru yang selalu merasakan bahwa tiap detik saat belajar bersama peserta didik adalah hal yang paling berharga. 





0 comments: