Thursday, May 30, 2013

My Tesis "Chapter Three"

BAB III
POKOK-POKOK PIKIRAN MUNIF CHATIB
TENTANG MULTIPLE INTELLIGENCES

A.     Pokok-pokok Pikiran Munif Chatib tentang Multiple Intelligences
a.      Lima Bingkisan Peserta didik dalam Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences
Seorang guru harus mampu membuka lima bingkisan peserta didik, sebelum memasuki pembelajaran berbasis multiple intelligences. dan lima bingkisan tersebut, adalah: bintang, samudra; harta karun; penyelam; dan bakat.
1.      Bintang
Memandang setiap peserta didik yang dilahirkan adalah Juara. Munif Chatib menjelaskan bahwa setiap anak adalah bintang. Bintang yang sinarnya mampu menerangi dunia. Bagaimanapun kondisi anak, mereka adalah bintang dan juara. Adapun kuncinya adalah sebagai seorang guru sebelum memasuki kelas, maka seorang guru tersebut harus menyalakan tombol “on” dalam benak guru, yang menganggap bahwa setiap peserta didik adalah bintang, maka peserta didik akan menjadi bintang. (Munif Chatib, 2012: 58)
2.      Samudra
Peserta didik memiliki kemampuan seluas samudra: kemampuan kognitif yang menghasilkan daya pikir positif, kemampuan psikomotorik yang menghasilkan karya bermanfaat dan penampilan yang dahsyat, serta kemampuan afektif yang menghasilkan nilai dan karakter yang manusiawi sesuai fitrahnya.
Afektif (Pola Sikap)
Psikomotorik               (Pola Tindak)
Kognitif (Pola Fikir)




 







Munif Chatib dalam buku yang berjudul “Orangtuanya manusia” (2012: 87) menjelaskan bahwa kemampuan anak kita seluas samudra. Yang artinya, pasti banyak potensi yang terpendam di dalam dirinya, seperti halnya samudra dengan berbagai potensi kekayaan alamnya. Berbagai potensi terpendam merupakan harta karun orang tuanya yang ada dalam diri anak, yaitu kecerdasan majemuk atau dinamakan pula multiple intelligences.
3.      Harta karun
Setiap peserta didik memiliki variasi potensi kecerdasan masing-masing. Ada yang punya satu kecerdasan yang dominan, sedangkan yang lainnya rendah. Ada yang memiliki dua, tiga, bahkan semua kecerdasannya dominan. Namun, tidak ada manusia yang bodoh, terutama jika stimulus yang diberikan lingkungan tepat.

Dalam sebuah seminarnya, Seminar Studium General Fakultas Tarbiyah pada tanggal 8 Oktober 2012 dengan tema yaitu Mewujudkan Gurunya Manusia, Munif Chatib, Pakar Multiple Intelligences di Indonesia dan juga seorang penulis berbagai buku tentang Multiple Intelligences (Sekolahnya Manusia, Gurunya Manusia, Orangtuanya Manusia dan Sekolah Anak-anak Juara) menjelaskan  bahwa Howard Gardner seorang pencetus multiple Intelligences, ketika ia mendapatkan teori multiple intelligences yakni ketika ia bekerja di rumah sakit, yang menemukan beberapa pasien yang mengalami kecelakaan di bagian kepala yang mengakibatkan rusaknya otak. Dan menurut Howard Gardner adalah bahwa orang-orang yang mengalami kerusakan otak dibagian lobus tertentu. Dan dia menemukan, bukan berarti kemampuan orang tersebut hilang. Ternyata, dengan stimulus yang tepat, bagian otak lain yang sehat dan triliunan neuron orang tersebut, akandapat memunculkan kemampuannya.
4.      Penyelam
Discovering ability, kembangkan kemampuan dan kubur ketidakmampuan anak. Discovering ability adalah aktivitas guru untuk menjelajahi kemampuan peserta didik pada saat hasil tes peserta didik di bawah standar ketuntasan. Discovering ability juga dapat diartikan meminta peserta didik untuk menjawab soal yang sama dengan cara yang lain. Apabila discovering ability ini tidak berhasil, maka baru dilakukan remedial test (tes pengulangan). Banyak sekali guru yang langsung melompat dengan memberikan remedial test kepada peserta didik dengan nilai dibawah standar tanpa melalui fase discovering ability. (Munif Chatib, 2012: 158)
5.      Bakat
Menurut Guilford bahwa bakat terkait dengan tiga dimensi pokok, yaitu perseptual, psikomotor, dan intelektual. (Jamal Ma’mur Asmani, 2012: 19)
Potensi-hobi-bakat-minat-profesi.

 


Adapun ciri-ciri profesi yang profesional tersebut, ada dua yaitu: Pertama, orang tersebut berkarya dalam profesi yang dijalankannya. Dan ciri yang kedua, orang tersebut dapat mengatasi masalahnya dalam profesinya tersebut. Munif Chatib, ketika menjelaskan mengenai bakat ini. Beliau membandingkan dua karakter orang yang berbeda, namun sama-sama sarjana hukum yang masing-masing berbeda bakatnya. Yakni, Munir dan Munif, mereka berdua berbeda bakatnya. Kalau Munir, ia sangat berbakat dalam menangani berbagai macam kasus dalam ragam permasalahan hukum. Lain halnya dengan Munif, karena ia tidak berbakat didunia hukum, maka tidak ada satupun kasus yang berhasil dijalankannya.
Berdasarkan lima bingkisan di atas tadi, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan tidak terkait dengan kondisi fisik, kondisi brain, dan hasil tes standar (soal tertutup). Akan tetapi, terkait dengan:1) Discovering Ability (anak mampu menemukan, mencari, proses); 2)Right Place (tempat yang tepat, diberi wadah untuk menyalurkan) dan 3) Benefiditas (mempunyai manfaat).
b.      Teori Multiple Intelligences, dari dunia psikologi ke dunia edukasi
Munif Chatib dalam bukunya “Gurunya Manusia” (2012: 132) menjelaskan bahwa sebenarnya, multiple intelligences adalah sebuah teori kecerdasan yang dimunculkan oleh Howard Gardner, yaitu seorang psikolog dari Project Zero Harvard University pada 1983. Hal yang menarik, pada teori kecerdasan ini, yaitu terdapat usaha untuk melakukan redefinisi kecerdasan. Sebelum diartikan secara sempit. Kecerdasan seseorang lebih banyak ditentukan oleh kemampuannya menyelesaikan serangkaian tes psikologis; kemudian hasil tes itu diubah menjadi angka standar kecerdasan. Daniel Mujis dan David Reynolds dalam bukunya berjudul Effective Teaching mengatakan bahwa Gardner berhasil mendobrak dominasi teori dan tes IQ yang sejak 1905 banyak digunakan oleh para psikolog di seluruh dunia.
Howard Gardner mengemukakan bahwa kecerdasan seseorang tiba-tiba tidak diukur dari hasil tes psikologi standar, namun dapat dilihat dari kebiasaan seseorang terhadap dua hal, yaitu: 1) kebiasaan seseorang menyelesaikan masalahnya sendiri atau disebut dengan problem solving; 2) kebiasaan seseorang menciptakan produk-produk baru yang punya nilai budaya (creativity). Munif mengemukakan bahwa betapa seringnya orangtua dan guru tanpa sadar membunuh dua sumber kecerdasan tersebut, yaitu creativity dan problem solving. Dibawah ini terdapat contoh kebiasaan yang terjadi pada seorang anak, yaitu:

a.       Kebiasaan “Problem Solving”
Seorang anak berusia golden age (0-8 tahun) melihat tangga di rumahnya. Sebenranya, otak anak tersebut menganggap bahwa tangga adalah “problem” yang harus dia temukan jalan keluarnya, yaitu dengan menaiki tangga tersebut. Lalu otak memerintahkan anak itu untuk menaiki tangga. Begitu anak tangga pertama berhasil dia lampaui, ada perasaan lega serta tantangan untuk terus menaiki tangga kedua dan seterusnya sampai kepada puncak, dalam otak anak tersebut sudah tergores pengalaman menaiki tangga. Ini ibarat sebuah bab dalam sebuah bidang studi yang sudah tuntas, dengan kompetensi dasar kemampuan menaiki tangga.”
Gambaran contoh kebiasaan anak di atas tersebut merupakan sebuah proses menuju cerdas “problem solving”. Namun, kebanyakan orang tua atau guru yang melihat kejadian anak menaiki tangga, biasanya tidak memandang hal tersebut sebagai pembangun kecerdasan anak, tetapi justru berteriak kepada anak agar berhenti menaiki tangga, lalu dengan mata melotot memintanya turun. Jika anak dianggap bandel karena mempertahankan keinginannya untuk terus menaiki tangga, biasanya sang ibu atau ayah dengan cepat menarik anak tersebut, kemudian kaki anak yang tak berdosa itu dicubit sebagai hukuman tidak menuruti perintah orangtua. Dan Munif mengemukakan bahwa orangtua semacam itu baru saja membunuh salah satu sumber kecerdasan anak, yaitu kebiasaan “problem solving”.

b.      Kebiasaan kreatif “Creativity”
Kebiasaan anak untuk kreatif biasanya juga dipandang oleh kita sebagai orangtua dengan pandangan yang negatif. Misalnya: anak suka mengotori tempat, suka bongkar-bongkar barang di dapur, suka membuat hal yang aneh-aneh, dan lain-lain. Tanpa disadari, orangtua telah melakukan pembunuhan kecerdasan tak disengaja”.
Dari dua hal contoh di atas tadi, mengenai problem solving dan creativity: Munif Chatib menjelaskan bahwa orang tua dan guru nya lah yang kurang kreatif untuk mengikuti kemauan otak anak yang sedang berkembang pesat. Orangtua dan guru seyogianya hanya berpikir dan melakukan “tindakan pengamanan” tanpa harus mencegah aktivitas anak yang ingin mengetahui sesuatu.
c.       Multiple intelligences (MI) bukan studi, bukan Kurikulum
Munif Chatib menjelaskan bahwa hampir semua sekolah yang telah dijadikan objek penelitiannya tersebut telah terjebak pada pemahaman bahwa multiple intelligences adalah bidang studi. Kesalahpahaman ini dimungkinkan karena kemiripan istilah antara jenis kecerdasan yang dimunculkan oleh Howard Gardner dan nama bidang studi. Misalnya kecerdasan matematis-logis disamakan dengan bidang studi matematika; kecerdasan linguistik dianggap bidang studi bahasa Indonesia; kecedasan musik dianggap bidang studi SBK (Seni Budaya Keterampilan); dan kecerdasan kinestetis adalah bidang studi olahraga; dan seterusnya. Pemahaman yang benar, harus bermula dari definisi sejarah “penemuan” multiple intelligences yang awalnya merupakan teori kecerdasan dalam ranah psikologi. Ketika ranah tersebut ditarik ke dunia edukasi, multiple intelligences menjadi sebuah strategi pembelajaran untuk materi apapun dalam semua bidang studi. Inti dari strategi pembelajaran ini adalah bagaimana guru mengemas gaya mengajarnya agar mudah ditangkap dan dapat ditangkap oleh peserta didiknya. Pendalaman tentang strategi pembelajaran ini akan menghasilkan kemampuan guru membuat peserta didik tertarik dan berhasil dalam belajar dengan waktu yang relatif cepat.
Munif Chatib menjelaskan bahwa multiple intelligences bukan kurikulum. Multiple intelligences adalah strategi pembelajaran berupa rangkaian aktivitas belajar yang merujuk pada indikator hasil belajar yang sudah ditentukan dalam silabus. Penerapan multiple intelligences berdampak langsung terhadap model kurikulum yang ditetapkan sekolah atau dinas pendidikan setempat. Multiple intelligences sebagai strategi belajar akan sulit diterapkan pada dunia pendidikan yang mengacu pada kurikulum berbasis materi. Kurikulum berbasis materi hanya melihat dan menilai keberhasilan siswa dalam belajar secara parsial, yaitu dengan melihat sedikit banyaknya pengetahuan dan hafalan bidang studi. Sebaliknya, multiple intelligences akan menjadi kekuatan yang besar untuk memajukan pendidikan dan kompetensi peserta didik apabila diterapkan pada kurikulum berbasis kompetensi yang komprehensif.

Kurikulum yang komprehensif adalah kurikulum yang mendidik peserta didik dalam ranah kognitif, psikomotorik dan afektif.

d.      Multiple intelligences bagaikan dua sisi koin
Multiple intelligences seseorang punya dua sisi, seperti halnya dua sisi koin: yaitu gaya belajar dan profesi. Pertama, Gaya Belajar. Pada sisi pertama ini mengungkapkan bahwa multiple intelligences muncul menjadi gaya belajar. Munif menjelaskan bahwa gaya belajar adalah respons yang paling peka dalam otak seseorang untuk menerima data atau informasi dari pemberi informasi dan lingkungannya. Informasi akan lebih cepat diterima oleh otak apabila sesuai dengan gaya belajar penerima informasi. Jika informasi tentang materi belajar sudah diterima oleh otak, maka dapat dikatakan bahwa indikator hasil belajarnya sudah tuntas. Artinya peserta didik sebagai penerima informasi berhasil memahami materi yang disampaikan oleh guru dengan baik, sehingga jika metode guru mengajar sesuai dengan gaya belajar peserta didik, dia akan memahami semua materi pelajaran dengan baik.
Kedua, Profesi. Pada sisi kedua ini mengungkapkan bahwa multiple intelligences adalah profesi. Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian, keterampilan tertentu, kejuruan, dan sebagainya. Setiap anak punya kesenangan masing-masing, biasanya ditunjukkan dengan rasa suka untuk melakukan aktivitas tertentu, yang dikatakan sebagai bakat anak tersebut. Meskipun tidak semua rasa suka adalah bakat. Untuk memupuk rasa suka agar menjadi bakat, dibutuhkan pendekatan juga yang sesuai dengan multiple intelligences anak tersebut.
e.      Pembelajaran multiple intelligences “Pilih sekolahnya manusia, jangan sekolahnya robot”
Jangan sekolahkan anak di sekolahnya robot, yaitu sekolah yang hanya membentuk anak-anak kita menjadi robot hidup dan tak punya kepedulian. Orangtua harus punya bekal pengetahuan yang benar tentang kriteria sekolah baik untuk anaknya. Jangan sampai terkecoh dengan label sekolah favorit atau fasilitas yang mewah. Maka dari itu, Munif Chatib dalam buku “Orangtuanya Manusia”(2012: 152-153) menjelaskan mengenai perbedaan antara sekolahnya manusia dengan sekolahnya robot.

SEKOLAHNYA MANUSIA
SEKOLAHNYA ROBOT
Paradigma
Setiap peserta didik adalah anak yang berpotensi.
Masih beranggapan bahwa ada anak yang bodoh dan tidak punya potensi apapun.
Penerimaan siswa baru
Tes dan observasi peserta didik berfungsi sebagai database peserta didik
Masih menggunakan tes seleksi yang ketat karena diharapkan mendapatkan the best input: peserta didik yang pandai dan tidak nakal.
Target Kurikulum
Menghargai tiga ranah kemampuan manusia, yaitu: 1) kognitif, 2) psikomotorik, dan 3) afektif.
Masih didominasi oleh ranah kognitif sebagai simbol kemampuan tertinggi.
Proses belajar mengajar
Tidak padat oleh beban bidang studi, tetapi bermuatan kreativitas, problem solving, character building, life skill, dan unit-unit aktivitas yang sesuai dengan bakat peserta didik .
Padat oleh bidang studi dengan standar isi sangat berat dan hanya menekankan pada bidang studi tertentu.
Para Guru
Mendidik dan mengajar dengan hati dan kesabaran dalam menghadapi siswa dengan beragam kecerdasan (multiple intelligences)
Menegangkan sehingga membuat peserta didik tertekan dan stress.




Peran Guru
Sebagai sang fasilitator, yaitu guru selalu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk beraktivitas lebih banyak dalam kegiatan belajar-mengajar.
Killer, ditakuti peserta didik nya, tidak sabar dan selalu menyalahkan peserta didik jika ada materi yang tidak dipahami.
Sikap Guru
Sebagai katalisator yaitu selalu memantik bakat dan minat peserta didik, tidak pernah mengatakan bodoh atau nakal, serta mendorong peserta didik untuk meraih prestasi.
Sebagai gladiator, yaitu pembunuh bakat dan minat peserta didik, serta sering mengelompokkan siswa dalam kelompok peserta didik yang pandai dan peserta didik bodoh.
Strategi mengajar guru
Menggunakan multistrategi dan memiliki kreativitas mengajar.
Hanya menggunakan strategi atau metode tunggal seumur hidup, yaitu “berceramah”
Pelatihan guru
Sekolah memiliki jadwal pelatihan yang cukup, berkualitas dan terbuka.
Sekolah memiliki sedikit sekali jadwal pelatihan guru.
Soal-soal yang diberikan
Soal-soal kognitif bermuatan problem solving
Soal-soal kognitif bermuatan hafalan.
Rapor
Menggunakan penilaian autentik yang memotret tiga ranah kemampuan, yaitu: 1) psikomotorik, 2) afektif, dan 3) kognitif.
Menggunakan penilaian kognitif saja sehingga kemampuan afektif dan psikomotorik peserta didi tidak terlihat.
Perkembangan siswa
Melihat perkembangan siswa dengan konsep ipsatif, yaitu yang mengukur perkembangan peserta didik dari diri peserta didik itu sendiri berdasarkan pencapaian sebelumnya.
Melihat perkembangan peserta didik hanya dengan konsep peringkat (ranking), yaitu perkembangan peserta didik diukur melalui perbandingan dengan peserta didik  lain.
Tujuan keberadaan sekolah
Mendapatkan pengetahuan dan keterampilan agar bermanfaat dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Cenderung hanya untuk persiapan menghadapi ujian.

f.        Menjadi guru Multiple Intelligences
Munif Chatib dalam buku pertamanya yang berjudul “Sekolahnya Manusia” (2012: 148) menjelaskan bahwa setiap unsur sekolah punya andil yang besar untuk menyukseskan konsep multiple intelligences. Dan dalam pembelajaran berbasis multiple intelligences, elemen yang terpenting adalah guru.
Guru adalah kunci kualitas sebuah  sekolah.  Sekolah unggul yang menganut konsep “the best proses” dapat berhasil apabila didukung oleh kualitas guru yang profesional. Menjadi guru profesional berarti menjadi guru yang tidak berhenti belajar. Aset terbesar dan paling bernilai di sebuah sekolah adalah guru yang berkualitas.  Selain itu, untuk menjadi seorang guru yang multiple intelligences adalah yang pertama dengan bersedia terus belajar, dan kedua adalah membuat rencana pembelajaran.
a.      Guru multiple intelligences adalah guru yang bersedia terus belajar
Dunia pendidikan dan sekolah adalah bidang ilmu yang dinamis atau terus berkembang. Seorang guru yang profesional, tidak boleh tertinggal dalam dinamika perkembangan ilmu pendidikan tersebut. Adapun beberapa program yang harus dilakukan dan diikuti oleh seorang guru adalah sebagai berikut:
1)      Pelatihan umum dan khusus yang terkait dengan pendidikan secara terus-menerus
Pelatihan umum dan khusus dapat dilakukan oleh konsultan pendidikan di sekolah tersebut, mengundang ahli pendidikan, atau mengikuti program pelatihan, baik yang diadakan oleh dinas pendidikan maupun oleh lembaga swasta. Dan hasil dari pelatihan seyogianya disosialisasikan kepada guru-guru lain yang belum ikut pelatihan supaya update informasi dapat terus dipelihara. Jadi, makin sering sekolah mengadakan pelatihan guru, makin berkualitaslah sekolah itu.
2)      Program bedah buku
Program bedah buku adalah salah satu kebiasaan yang sangat baik dan mendukung peningkatan kualitas guru di sekolah. Buku yang harus di review adalah buku yang berkaitan dengan pekerjaan guru sehari-harinya, yaitu pengajaran. Buku tersebut dapat di fotokopi dan dibagikan pada guru di setiap bab-nya.
Dan setelah demikian, para guru secara bergantian membedahnya dan mempresentasikan setiap bab-nya. Dan seorang guru, tentunya tidak akan merasa terbebani ketika harus mengupas satu bab sebuah buku. Jadi, jika buku itu terdiri dari tujuh bab, maka ada tujuh guru yang harus membedahnya secara bergantian.

b.      Guru multiple intelligences adalah guru yang membuat rencana pembelajaran
Rencana pembelajaran atau disebut juga lesson plan adalah perencanaan yang dibuat oleh guru sebelum mengajar. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapaisatu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. (E. Mulyasa, 2007: 212)
Kesalahan umum yang dilakukan oleh seorang guru adalah tidak pernah membuat rencana pembelajaran terlebih dahulu pada saat akan mengajar. Kualitas pembelajaran seorang guru yang diawali dengan pembuatan rencana pembelajaran akan sangat berbeda dengan guru yang tidak membuat rencana pembelajaran sebelumnya. Padahal hakikat dari pembuatan RPP itu sendiri adalah merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam pembelajaran.
Selain itu, Munif Chatib dalam (2012:150) menjelaskan paradigma guru tentang pentingnya membuat rencana pembelajaran juga harus disamakan.
PARADIGMA LAMA
YANG SALAH
PARADIGMA BARU
YANG BENAR
Guru mengajar = murid belajar
Proses guru mengajar tidak sama dengan proses murid belajar

Perencanaan mengajar terletak pada bagaimana guru mengajar kemudian murid mengerti
Perencanaan mengajar terletak bagaimana murid bisa mengerti, barulah merancang bagaimana guru mengajar.
Guru mengajar = murid memahami
Cara murid memahami = cara guru mengajar

Adapun keuntungan guru mengajar dengan menggunakan rencana pembelajaran adalah sebagai berikut:
1)      Rencana pengajaran pada jenjang kompetensi secara otomatis tercatat di arsip.
2)      Record/arsip rencana pembelajaran akan menjadi bekal untuk guru yang bersangkutan menggunakannya untuk penyempurnaan pada tahun berikutnya.
3)      Dengan rencana pembelajaran, kualitas guru akan terkontrol dan tercatat (Management Quality Control). Tugas mengevaluasi kualitas rencana pembelajaran dilakukan oleh konsultan, supervisor atau petugas yang ditunjuk.
4)      Rencana pembelajaran merupakan siklus pertama dari sebuah proses pembelajaran yang profesional.
5)      Rencana pembelajaran dapat mengukur kualitas pembelajaran di kelas yang berhubungan dengan hasil prestasi akademik peserta didik.
6)      Rencana pembelajaran akan memberikan waktu bagi guru untuk menganalisis bagaimana sebuah topik pembelajaran disampaikan dengan baik dan menarik.
Adapun menengenai contoh tentang pembuatan lesson plan terdapat dalam lampiran tesis ini.
g.      MIR (Multiple Intelligences Research)
MIR (Multiple Intelligences Research) merupakan tekhnik pertama pada tahap input dalam pembelajaran berbasis multiple intelligences. MIR merupakan instrumen riset yang dapat memberikan deskripsi tentang kecenderungan kecerdasan seseorang. Dari analisis terhadap kecenderungan kecerdasan tersebut, dapat disimpulkan gaya belajar terbaik bagi seseorang.
Gaya belajar disini diartikan dengan cara dan pola bagaimana sebuah informasi dapat dengan baik dan sukses diterima oleh otak seseorang. Oleh karena itu, seharusnya setiap guru memiliki data tentang gaya belajar peserta didiknya masing-masing. Kemudian, setiap guru harus menyesuaikan gayanya dalam mengajar dengan gaya belajar peserta didik yang telah diketahui dari hasil MIR. Yang selanjutnya yang terjadi adalah quantum. Setiap guru akan masuk ke dunia peserta didik, sehingga peserta didik merasa nyaman dan tidak berhadapan dengan resiko kegagalan dalam proses belajar.
Apabila guru berhasil masuk ke dalam dunia peserta didik lewat penyesuaian gaya belajar peserta didik, peserta didik akan rela memberikan hak mengajarnya kepada guru. Menurut gurunya Munif Chatib yakni Bobbi DePorter, menjelaskan bahwa wewenang mengajar dan hak mengajar itu berbeda. Mungkin, setiap guru yang memiliki lisensi mengajar punya wewenang untuk mengajar. Namun, hak mengajar adalah sesuatu yang harus diraih oleh guru dengan kerja keras dan hak tersebut ada dalam keinginan para peserta didik.
MIR (Multiple Intelligences Research) adalah alat riset yang luar biasa untuk membantu guru menemukan gaya belajar peserta didik. Biasanya, MIR dilaksanakan pada saat penerimaan peserta didik baru. Adapun hasil dari tes MIR pada penerimaan peserta didik baru menjadi data yang penting bagi guru untuk mengetahui kondisi peserta didik, terutama mengenai informasi tentang gaya belajarnya. Selanjutnya, MIR dapat dilaksanakan pada setiap tahun kenaikan kelas. Data MIR tahun lalu dapat dijadikan masukan untuk pelaksanaan MIR (Multiple Intelligences Research) pada tahun depannya. Hal ini sesuai dengan konsep Howard Gardner, pencetus teori multiple intelligences, bahwa kecerdasan seseorang itu berkembang, tidak statis. Kecerdasan seseorang lebih banyak berkaitan dengan kebiasaan, yaitu perilaku yang diulang-ulang.
MIR (Multiple Intelligences Research) yang dilakukan secara berkala terhadap seseorang dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar akan menjadi akselerator baginya untuk menemukan kondisi akhir terbaik. Adapun fungsi urgen hasil MIR (Multiple Intelligences Research) yaitu: Yang Pertama, MIR (Multiple Intelligences Research)berfungsi sebagai data informasi tentang kondisi psikologis kecerdasan anak.; dan Fungsi MIR yang Kedua, bahwa MIR (Multiple Intelligences Research) berfungsi sebagai anjuran kepada orangtua untuk melakukan berbagai aktivitas kebiasaan atau kegiatan kreatif yang disarankan untuk diterapkan pada anaknya guna memancing bakat anak tersebut. (Munif Chatib, 2012: 101-105)

h.      Proses dalam Pembelajaran Multiple Intelligences
Pada tahapan yang kedua adalah tahapan pada proses pembelajaran, dimana nantinya gaya mengajar gurunya harus sama dengan gaya belajar peserta didiknya.
1.      Brain
Munif Chatib dalam buku “Sekolah Anak-anak Juara”(2012: 57-58) menjelaskan bahwa tahap brain merupakan tahap awal yang sangat penting. Artinya, para guru harus memahami cara kerja otak, yaitu: mengangkap, menyimpan, dan mengolah informasi dalam proses berpikir. Jika cara kerja otak ini tidak dipahami oleh guru, guru akan cenderung salah menyampaikan informasi. Dan hasilnya, peserta didik tidak paham, tidak antusias, dan sebagainya. Kondisi menyedihkan lainnya adaalah betapa jarangnya guru yang mendapat pelatihan-pelatihan tentang cara kerja otak. Padahal, informasi tentang otak ini selalu berkembang dari hari ke hari dan belum banyak guru yang mengetahuinya.
Munif Chatib dalam buku “Gurunya Manusia”, (2012: 135-137) menjelaskan bahwa dalam waktu sepuluh tahun lebih, ia mendalami multiple intelligences, ia menyadari bahwa ternyata terdapat tiga hal penting yang disebutkan Howard Gardner sangat berkaitan dengan dunia pendidikan, yaitu komponen inti, kompetensi dan kondisi akhir terbaik.
Setiap area otak yang disebut lobus of brain ternyata punya komponen inti berupa potensi kepekaan yang akan muncul dari setiap area otak apabila diberi stimulus yang tepat. Akibat adanya stimulus yang tepat, kepekaan inilah yang akan menghasilkan kompetensi. Dan apabila kompetensi tersebut dilatih terus-menerus dalam jenjang silabus yang tepat, dari kompetensi akan muncul kondisi akhir terbaik seseorang. Kondisi akhir terbaik inilah yang disebut kebanyakan orang “profesi”. Namun, jika stimulus yang diberikan tidak tepat, maka kompetensi tersebut tidak akan muncul menonjol atau hanya biasa-biasa saja.
Dibawah ini adalah area otak seseorang dalam memperoleh stimulus yang sesuai berdasarkan kecerdasan yang ia miliki, yaitu:
1)      Area otak lobus temporal kiri dan lobus depan punya kepekaan terhadap bunyi, struktur, makna, fungsi kata, dan bahasa. Apabila kepada area ini diberikan stimulus yang sesuai, maka akan muncul kompetensi membaca, menulis, berdiskusi, berargumentasi dan berdebat. Dan dalam hal ini, baginya ia akan memiliki kecerdasan linguistik.
2)      Area otak lobus frontal kiri dan parietal kanan punya kepekaan dalam memahami pola-pola logis atau numerik dan kemampuan mengolah alur pemikiran yang panjang. Apabila kepada area otak ini diberikan stimulus yang sesuai, maka akan muncul kemampuan berhitung, bernalar dan berpikir logis, memecahkan masalah. Dan dalam hal ini, baginya ia akan memiliki kecerdasan matematis-logis.
3)      Area otak bagian belakang hemisfer kanan punya kepekaan dalam merasakan dan membayangkan dunia gambar dan ruang secara akurat. Apabila kepada area ini diberikan stimulus yang sesuai, maka akan muncul kompetensi kemampuan menggambar, memotret, membuat patung, dan mendesain. Dan dalam hal ini, baginya ia akan memiliki kecerdasan visual-spasial.
4)      Area otak lobus temporal kanan punya kepekaan menciptakan dan mengapresiasi irama, pola titi nada, serta apresiasi bentuk-bentuk ekspresi emosi musikal. Apabila kepada area ini diberikan stimulus yang sesuai, maka akan muncul kompetensi kemampuan menciptakan lagu, membentuk irama, mendengar nada dari sumber bunyi atau alat-alat musik. Dan dalam hal ini, baginya ia akan memiliki kecerdasan musik.
5)      Area Serebelum, basal ganglia dan motor korteks punya kepekaan terhadap mengontrol gerak tubuh dan kemahiran mengelola objek, respons, dan refleks.  Apabila kepada area ini diberikan stimulus yang sesuai, maka akan muncul kompetensi gerak motorik dan keseimbangan. Dan dalam hal ini, baginya ia akan memiliki kecerdasan kinestesis.
6)      Area otak lobus frontal, lobus temporal, hemisfer kanan, dan sistem limbik punya kepekaan dalam mencerna dan merespons secara tepat suasana hati, tempramen, motivasi, dan keinginan orang lain. Apabila kepada area ini diberikan stimulus yang sesuai, maka akan muncul kompetensi bergaul dengan orang lain, memimpin, kepekaan sosial yang tinggi, negosiasi, bekerja sama, punya empati yang tinggi. Dan dalam hal ini, baginya ia akan menjadikan ia memiliki kecerdasan interpersonal.
7)      Area otak lobus frontal, lobus pariental, dan sistem limbik punya kepekaan dalam memahami perasaan sendiri dan kemampuan membedakan emosi, pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri. Apabila kepada area ini diberikan stimulus yang sesuai, maka akan muncul kompetensi mengenali diri sendiri secara mendalam, kemampuan intuitif dan motivasi diri, penyendiri, sensitif terhadap nilai diri dan tujuan hidup. Dan dalam hal ini, baginya ia akan menjadikan seseorang memiliki kecerdasan intrapersonal.
8)      Area otak lobus parietal kiri punya kepekaan dalam membedakan spesies, mengenali eksistensi spesies lain, dan memetakan hubungan antar beberapa spesies. Apabila kepada area ini diberikan stimulus yang sesuai, maka akan muncul kompetensi meneliti gejala alam, mengklasifikasi dan identifikasi. Dan dalam hal ini, baginya ia akan menjadikan seseorang memiliki kecerdasan naturalis.

2.      Strategi Mengajar
Pada tahap strategi mengajar ini sangat berkaitan dengan brain, sebab yang akan menangkap informasi, kemudian memahaminya adalah otak para peserta didik. Strategi mengajar adalah cara informasi itu disampaikan dari pemberi informasi (guru) kepada penerima informasi (peserta didik).

Munif Chatib dalam buku Gurunya Manusia” (2012: 138-189) menjelaskan bahwa ia memunculkan 20 strategi mengajar. Dan sebenarnya strategi mengajar tidak hanya terpaku pada 20 strategi mengajar yang telah dimunculkan oleh Munif Chatib. Namun, seorang guru bisa saja memunculkan lebih dari 20 strategi mengajar. Karena sungguh, sebenarnya guru tidak punya alasan lagi untuk tidak kreatif dalam mengajar. Jalan keluar yang praktis agar guru menguasai banyak strategi mengajar adalah dengan berlatih strategi mengajar.Banyak guru menemui kesulitan dalam merancang dan mendesain strategi pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan gaya belajar peserta didik.
3.      Produk
Munif Chatib dalam buku“Sekolahnya Manusia” (2012: 146) menjelaskan bahwa produk hasil belajar merupakan hasil belajar yang melahirkan karya baru yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Adapun yang termasuk dari produk hasil belajar, yaitu: a) Benda/karya intelektual yang dapat ditampilkan; b) Penampilan; dan c) Proyek edukasi.
4.      Benefit
Adapun arti dari benefit menurut Munif Chatib dalam buku “Sekolah Anak-anak Juara”(2012: 61) menjelaskan adalah daya manfaat ketika produk-produk yang berhasil dibuat para peserta didik dapat bermanfaat.
Beberapa asas manfaat, diantaranya yaitu:
1)      Produk tersebut bermanfaat dengan dipamerkan kepada banyak orang.
2)      Produk tersebut bermanfaat untuk sebagian orang.
3)      Produk tersebut bermanfaat bagi banyak orang, bahkan ada akibat duplikasi.
i.        Authentic Assessment dalam pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (MI)
Munif Chatib dalam buku “Sekolahnya Manusia” (2012: 155) menjelaskan bahwa teori multiple intelligences menawarkan perombakan yang cukup fundamental dalam penilaian sebagai output sebuah proses pembelajaran. Teori ini menganjurkan sistem yang tidak bergantung pada tes standar atau tes yang didasarkan pada nilai formal, tetapi lebih banyak didasarkan pada penilaian autentik yang mengacu pada kriteria khusus dengan menggunakan tes yang memiliki titik acuan spesifik dan ipsative (tes yang membandingkan prestasi peserta didik saat ini dengan prestasinya yang lalu).
Penilaian autentik memiliki model yang beragam. Penilaian autentik menganut konsep ability test. Ability test merupakan tes kemampuan, dan bukan dengan disability test (tes ketidakmampuan) peserta didik.
1.      Definisi Ability test dan Disability test
Tes kemampuan adalah tes yang mengandung konten dan instruksi yang mencerminkan kemampuan peserta didik dalam ranah yang luas. Sedangkan ciri-ciri disability tes (tes ketidakmampuan) yaitu: a) soal-soal yang diberikan menitikberatkan pada unfamiliar test, yaitu soal-soal yang tidak biasa didapat dari proses belajar sehari-hari, baik konten maupun jenis soal; b) soal-soal yang tidak punya range/batasan yang sudah disepakati.

2.      Penerapan Taksonomi Bloom dalam Penilaian Autentik
Taksonomi Bloom yang diterapkan pada penilaian autentik sangat membantu guru untuk membuat soal yang berkualitas. Pengetahuan menempati anak tangga terendah. Sangat disayangkan apabila soal hanya dibuat dalam anak tangga terendah tanpa diikuti dengan tantangan untuk mendorongnya naik sampai ke anak tangga tertinggi.
a.       Pengetahuan
Wowo Sunaryo Kuswana dalam buku“Taksonomi Kognitif ” (2012:32) menjelaskan bahwa pengetahuan adalah terkait dengan perilaku yang dapat digambarkan pada situasi ujian, yang menekankan pada ingatan atau daya ingat dari ide-ide, materi, atau fakta dan telah dikenali. Pengetahuan adalah ingatan tentang materi atau bahan yang sudah pernah dipelajari (mengingat). Contoh soal dalam tingkatan pengetahuan adalah:
1.      Siapakah yang ..................... ?
2.      Tepatnya, kapan peristiwa ini terjadi .................. ?
3.      Sebutkan ibu kota negara .................. ?
4.      Ada berapakah ................?
5.      Mana yang benar atau yang salah........... ?
6.      Di manakah letak .............?
b.      Pengertian
Pengertian adalah kemampuan untuk menangkap arti suatu materi atau informasi yang dipelajari. Adapun contoh soal dalam tingkatan pengertian adalah:
1.      Apa yang dimaksud dengan ........ ?
2.      Sebutkan ciri-ciri ...... ?
3.      Ceritakan kembali tentang ......... ?
4.      Apa bedanya hal ini .... dengan hal itu?
5.      Coba berikan contoh lain ...... ?
c.       Aplikasi
Aplikasi adalah kemampuan menerapkan materi atau informasi yang telah dipelajari ke dalam suatu keadaan baru dan konkret dengan hanya mendapat sedikit pengarahan. Hal ini termasuk aplikasi dari suatu aturan, konsep, metode dan teori guna memecahkan masalah. Contoh dalam tingkatan aplikasi adalah:
1.      Coba jelaskan langkah-langkah untuk menjalankan ..... ?
2.      Yang mana yang paling menyerupai........?
3.      Pertanyaan apa yang akan anda tanyakan..... ?
4.      Faktor apa yang akan anda ubah?
5.      Mungkinkah ini terjadi dalam ...... ?
6.      Mengapa atau mengapa tidak?
d.      Analisis
Penggolongan yang tingkatannya lebih tinggi, setelah pemahaman dan penerapan adalah melibatkan berpikir analisis. Analisis adalah kemampuan memecahkan atau menguraikan suatu materi atau informasi menjadi komponen-komponen yang lebih kecil sehingga lebih mudah dipahami. Contoh soal dalam tingkat analisis yaitu:
1.      Buatlah bagan tentang hubungan sebab dan akibat dari .......?
2.      Apa komponen/bagian dari ......?
3.      Apa langkah penting dalam proses ............ ?
4.      Jika suatu kondisi terjadi....., apa langkah yang harus dilakukan?
5.      Apa kesimpulan lain dari kondisi yang terjadi?
6.      Perbedaan antara fakta dan hipotesis adalah .....?
7.      Apa hubungan antara ....... dan...... ?
e.       Sintesis
Sintesis adalah kemampuan untuk menyatukan bagian-bagian atau komponen menjadi suatu bentuk yang lengkap dan unik. Misalnya dalam membuat pidato atau membuat suatu rencana operasi. Contoh soal dalam tingkat sintesis adalah:
1.      Dapatkah peserta didik merancang sebuah ......?
2.      Buatlah sebuah parodi atau lagu mengenai ....?
3.      Bisakah peserta didik membuat proposal untuk .....?
4.      Bagaimanakah peserta didik menangani masalah?
f.        Evaluasi
Kelas terakhir adalah evaluasi. Evaluasi adalah kemampuan menentukan nilai suatu materi, pernyataan, laporan, cerita atau lainnya untuk tujuan tertentu. Penilaian dilakukan berdasarkan pada suatu kriteria yang baku dan jelas. Contoh soal dalam tingkat evaluasi adalah :
1.      Pendapat peserta didik mengenai .........?
2.      Solusi apa yang anda suka dan mengapa ........ ?
Dengan demikian, taksonomi bloom bermakna dan berguna untuk guru dan profesional pendidikan lainnya, dampaknya dapat dirasakan terutama dalam perencanaan kurikulum, penilaian, serta penelitian pembelajaran.
Dalam tulisan tesis di Bab selanjutnya ini, peneliti akan menulis mengenai bagaimana Konsep Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences Dalam Perspektif Munif Chatib.





0 comments: