BAB III
POKOK-POKOK PIKIRAN MUNIF CHATIB
TENTANG MULTIPLE INTELLIGENCES
A.
Pokok-pokok Pikiran Munif Chatib tentang Multiple Intelligences
a. Lima Bingkisan Peserta didik dalam Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences
Seorang guru
harus mampu membuka lima bingkisan peserta didik, sebelum memasuki pembelajaran
berbasis multiple intelligences. dan
lima bingkisan tersebut, adalah: bintang, samudra; harta karun; penyelam; dan
bakat.
1.
Bintang
Memandang
setiap peserta didik yang dilahirkan adalah Juara. Munif Chatib menjelaskan
bahwa setiap anak adalah bintang. Bintang yang sinarnya mampu menerangi dunia.
Bagaimanapun kondisi anak, mereka adalah bintang dan juara. Adapun kuncinya adalah
sebagai seorang guru sebelum memasuki kelas, maka seorang guru tersebut harus
menyalakan tombol “on” dalam benak
guru, yang menganggap bahwa setiap peserta didik adalah bintang, maka peserta
didik akan menjadi bintang. (Munif Chatib, 2012: 58)
2.
Samudra
Peserta
didik memiliki kemampuan seluas samudra: kemampuan kognitif yang menghasilkan
daya pikir positif, kemampuan psikomotorik yang menghasilkan karya bermanfaat
dan penampilan yang dahsyat, serta kemampuan afektif yang menghasilkan nilai
dan karakter yang manusiawi sesuai fitrahnya.
Afektif (Pola Sikap)
Psikomotorik (Pola Tindak)
Kognitif (Pola Fikir)
|
Munif
Chatib dalam buku yang berjudul “Orangtuanya
manusia” (2012: 87) menjelaskan bahwa kemampuan anak kita seluas samudra.
Yang artinya, pasti banyak potensi yang terpendam di dalam dirinya, seperti
halnya samudra dengan berbagai potensi kekayaan alamnya. Berbagai potensi
terpendam merupakan harta karun orang tuanya yang ada dalam diri anak, yaitu
kecerdasan majemuk atau dinamakan pula multiple
intelligences.
3.
Harta karun
Setiap
peserta didik memiliki variasi potensi kecerdasan masing-masing. Ada yang punya
satu kecerdasan yang dominan, sedangkan yang lainnya rendah. Ada yang memiliki
dua, tiga, bahkan semua kecerdasannya dominan. Namun, tidak ada manusia yang
bodoh, terutama jika stimulus yang diberikan lingkungan tepat.
Dalam
sebuah seminarnya, Seminar Studium General Fakultas Tarbiyah pada tanggal 8
Oktober 2012 dengan tema yaitu Mewujudkan
Gurunya Manusia, Munif Chatib, Pakar Multiple
Intelligences di Indonesia dan juga seorang penulis berbagai buku tentang Multiple Intelligences (Sekolahnya
Manusia, Gurunya Manusia, Orangtuanya Manusia dan Sekolah Anak-anak Juara)
menjelaskan bahwa Howard Gardner seorang
pencetus multiple Intelligences, ketika ia mendapatkan teori multiple intelligences yakni ketika ia
bekerja di rumah sakit, yang menemukan beberapa pasien yang mengalami
kecelakaan di bagian kepala yang mengakibatkan rusaknya otak. Dan menurut
Howard Gardner adalah bahwa orang-orang yang mengalami kerusakan otak
dibagian lobus tertentu. Dan dia
menemukan, bukan berarti kemampuan orang tersebut hilang. Ternyata, dengan
stimulus yang tepat, bagian otak lain yang sehat dan triliunan neuron
orang tersebut, akandapat memunculkan kemampuannya.
4.
Penyelam
Discovering ability,
kembangkan kemampuan dan kubur ketidakmampuan anak. Discovering ability
adalah aktivitas guru untuk menjelajahi kemampuan peserta didik pada saat hasil
tes peserta didik di bawah standar ketuntasan. Discovering ability juga dapat diartikan meminta peserta didik
untuk menjawab soal yang sama dengan cara yang lain. Apabila discovering ability ini tidak berhasil,
maka baru dilakukan remedial test
(tes pengulangan). Banyak sekali guru yang langsung melompat dengan memberikan remedial test kepada peserta didik
dengan nilai dibawah standar tanpa melalui fase discovering ability. (Munif Chatib, 2012: 158)
5.
Bakat
Menurut
Guilford bahwa bakat terkait dengan tiga dimensi pokok, yaitu perseptual,
psikomotor, dan intelektual. (Jamal Ma’mur Asmani, 2012: 19)
Potensi-hobi-bakat-minat-profesi.
|
Adapun
ciri-ciri profesi yang profesional tersebut, ada dua yaitu: Pertama, orang
tersebut berkarya dalam profesi yang dijalankannya. Dan ciri yang kedua, orang
tersebut dapat mengatasi masalahnya dalam profesinya tersebut. Munif Chatib,
ketika menjelaskan mengenai bakat ini. Beliau membandingkan dua karakter orang
yang berbeda, namun sama-sama sarjana hukum yang masing-masing berbeda
bakatnya. Yakni, Munir dan Munif, mereka berdua berbeda bakatnya. Kalau Munir,
ia sangat berbakat dalam menangani berbagai macam kasus dalam ragam
permasalahan hukum. Lain halnya dengan Munif, karena ia tidak berbakat didunia
hukum, maka tidak ada satupun kasus yang berhasil dijalankannya.
Berdasarkan
lima bingkisan di atas tadi, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan tidak
terkait dengan kondisi fisik, kondisi brain,
dan hasil tes standar (soal tertutup). Akan tetapi, terkait dengan:1) Discovering Ability (anak mampu
menemukan, mencari, proses); 2)Right
Place (tempat yang tepat, diberi wadah untuk menyalurkan) dan 3) Benefiditas (mempunyai manfaat).
b.
Teori Multiple Intelligences, dari dunia psikologi ke dunia edukasi
Munif Chatib
dalam bukunya “Gurunya Manusia”
(2012: 132) menjelaskan bahwa sebenarnya, multiple
intelligences adalah sebuah teori kecerdasan yang dimunculkan oleh Howard
Gardner, yaitu seorang psikolog dari Project Zero Harvard University pada 1983.
Hal yang menarik, pada teori kecerdasan ini, yaitu terdapat usaha untuk
melakukan redefinisi kecerdasan. Sebelum diartikan secara sempit. Kecerdasan
seseorang lebih banyak ditentukan oleh kemampuannya menyelesaikan serangkaian
tes psikologis; kemudian hasil tes itu diubah menjadi angka standar kecerdasan.
Daniel Mujis dan David Reynolds dalam bukunya berjudul Effective Teaching mengatakan bahwa Gardner berhasil mendobrak
dominasi teori dan tes IQ yang sejak 1905 banyak digunakan oleh para
psikolog di seluruh dunia.
Howard Gardner
mengemukakan bahwa kecerdasan seseorang tiba-tiba tidak diukur dari hasil tes
psikologi standar, namun dapat dilihat dari kebiasaan seseorang terhadap dua
hal, yaitu: 1) kebiasaan seseorang menyelesaikan masalahnya sendiri atau
disebut dengan problem solving; 2) kebiasaan seseorang menciptakan
produk-produk baru yang punya nilai budaya (creativity).
Munif mengemukakan bahwa betapa seringnya orangtua dan guru tanpa sadar
membunuh dua sumber kecerdasan tersebut, yaitu creativity dan problem
solving. Dibawah
ini terdapat contoh kebiasaan yang terjadi pada seorang anak, yaitu:
a.
Kebiasaan “Problem Solving”
Seorang anak
berusia golden age (0-8 tahun)
melihat tangga di rumahnya. Sebenranya, otak anak tersebut menganggap bahwa
tangga adalah “problem” yang harus
dia temukan jalan keluarnya, yaitu dengan menaiki tangga tersebut. Lalu otak
memerintahkan anak itu untuk menaiki tangga. Begitu anak tangga pertama
berhasil dia lampaui, ada perasaan lega serta tantangan untuk terus menaiki
tangga kedua dan seterusnya sampai kepada puncak, dalam otak anak tersebut
sudah tergores pengalaman menaiki tangga. Ini ibarat sebuah bab dalam sebuah
bidang studi yang sudah tuntas, dengan kompetensi dasar kemampuan menaiki
tangga.”
Gambaran contoh
kebiasaan anak di atas tersebut merupakan sebuah proses menuju cerdas “problem solving”. Namun, kebanyakan
orang tua atau guru yang melihat kejadian anak menaiki tangga, biasanya tidak
memandang hal tersebut sebagai pembangun kecerdasan anak, tetapi justru
berteriak kepada anak agar berhenti menaiki tangga, lalu dengan mata melotot
memintanya turun. Jika anak dianggap bandel karena mempertahankan keinginannya
untuk terus menaiki tangga, biasanya sang ibu atau ayah dengan cepat menarik
anak tersebut, kemudian kaki anak yang tak berdosa itu dicubit sebagai hukuman
tidak menuruti perintah orangtua. Dan Munif mengemukakan bahwa orangtua semacam
itu baru saja membunuh salah satu sumber kecerdasan anak, yaitu kebiasaan “problem solving”.
b.
Kebiasaan kreatif “Creativity”
Kebiasaan anak
untuk kreatif biasanya juga dipandang oleh kita sebagai orangtua dengan
pandangan yang negatif. Misalnya: anak suka mengotori tempat, suka
bongkar-bongkar barang di dapur, suka membuat hal yang aneh-aneh, dan
lain-lain. Tanpa disadari, orangtua telah melakukan pembunuhan kecerdasan tak
disengaja”.
Dari dua hal
contoh di atas tadi, mengenai problem
solving dan creativity: Munif
Chatib menjelaskan bahwa orang tua dan guru nya lah yang kurang kreatif untuk
mengikuti kemauan otak anak yang sedang berkembang pesat. Orangtua dan guru
seyogianya hanya berpikir dan melakukan “tindakan pengamanan” tanpa harus
mencegah aktivitas anak yang ingin mengetahui sesuatu.
c. Multiple intelligences (MI)
bukan studi, bukan Kurikulum
Munif Chatib menjelaskan bahwa hampir semua
sekolah yang telah dijadikan objek penelitiannya tersebut telah terjebak pada
pemahaman bahwa multiple intelligences adalah bidang studi.
Kesalahpahaman ini dimungkinkan karena kemiripan istilah antara jenis
kecerdasan yang dimunculkan oleh Howard Gardner dan nama bidang studi. Misalnya
kecerdasan matematis-logis disamakan
dengan bidang studi matematika; kecerdasan linguistik dianggap bidang studi
bahasa Indonesia; kecedasan musik dianggap bidang studi SBK (Seni Budaya
Keterampilan); dan kecerdasan kinestetis adalah bidang
studi olahraga; dan seterusnya. Pemahaman yang benar, harus bermula dari
definisi sejarah “penemuan” multiple intelligences yang awalnya
merupakan teori kecerdasan dalam ranah psikologi. Ketika ranah tersebut ditarik
ke dunia edukasi, multiple intelligences menjadi sebuah
strategi pembelajaran untuk materi apapun dalam semua bidang studi. Inti dari
strategi pembelajaran ini adalah bagaimana guru mengemas gaya mengajarnya agar
mudah ditangkap dan dapat ditangkap oleh peserta didiknya. Pendalaman tentang
strategi pembelajaran ini akan menghasilkan kemampuan guru membuat peserta
didik tertarik dan berhasil dalam belajar dengan waktu yang relatif cepat.
Munif Chatib menjelaskan bahwa multiple
intelligences bukan kurikulum. Multiple
intelligences adalah strategi pembelajaran berupa rangkaian aktivitas
belajar yang merujuk pada indikator hasil belajar yang sudah ditentukan dalam
silabus. Penerapan multiple intelligences berdampak
langsung terhadap model kurikulum yang ditetapkan sekolah atau dinas pendidikan
setempat. Multiple intelligences sebagai
strategi belajar akan sulit diterapkan pada dunia pendidikan yang mengacu pada
kurikulum berbasis materi. Kurikulum berbasis materi hanya melihat dan menilai
keberhasilan siswa dalam belajar secara parsial, yaitu dengan melihat sedikit banyaknya
pengetahuan dan hafalan bidang studi. Sebaliknya, multiple intelligences akan menjadi
kekuatan yang besar untuk memajukan pendidikan dan kompetensi peserta didik apabila diterapkan pada kurikulum berbasis
kompetensi yang komprehensif.
Kurikulum yang komprehensif adalah kurikulum
yang mendidik peserta didik dalam ranah kognitif, psikomotorik dan afektif.
d. Multiple intelligences
bagaikan dua sisi koin
Multiple intelligences seseorang
punya dua sisi, seperti halnya dua sisi koin: yaitu gaya belajar dan profesi. Pertama, Gaya Belajar. Pada
sisi pertama ini mengungkapkan bahwa multiple
intelligences muncul menjadi gaya belajar. Munif menjelaskan bahwa gaya
belajar adalah respons yang paling peka dalam otak seseorang untuk menerima
data atau informasi dari pemberi informasi dan lingkungannya. Informasi akan
lebih cepat diterima oleh otak apabila sesuai dengan gaya belajar penerima
informasi. Jika informasi tentang materi belajar sudah diterima oleh otak, maka
dapat dikatakan bahwa indikator hasil belajarnya sudah tuntas. Artinya peserta
didik sebagai penerima informasi berhasil memahami materi yang disampaikan oleh
guru dengan baik, sehingga jika metode guru mengajar sesuai dengan gaya belajar
peserta didik, dia akan memahami semua materi pelajaran dengan baik.
Kedua, Profesi.
Pada sisi kedua ini mengungkapkan bahwa multiple
intelligences adalah profesi. Profesi adalah bidang pekerjaan yang
dilandasi pendidikan keahlian, keterampilan tertentu, kejuruan, dan sebagainya.
Setiap anak punya kesenangan masing-masing, biasanya ditunjukkan dengan rasa
suka untuk melakukan aktivitas tertentu, yang dikatakan sebagai bakat anak
tersebut. Meskipun tidak semua rasa suka adalah bakat. Untuk memupuk rasa suka
agar menjadi bakat, dibutuhkan pendekatan juga yang sesuai dengan multiple intelligences anak tersebut.
e. Pembelajaran multiple
intelligences “Pilih sekolahnya manusia, jangan sekolahnya robot”
Jangan
sekolahkan anak di sekolahnya robot, yaitu sekolah yang hanya membentuk
anak-anak kita menjadi robot hidup dan tak punya kepedulian. Orangtua harus
punya bekal pengetahuan yang benar tentang kriteria sekolah baik untuk anaknya.
Jangan sampai terkecoh dengan label sekolah favorit atau fasilitas yang mewah.
Maka dari itu, Munif Chatib dalam buku “Orangtuanya Manusia”(2012:
152-153) menjelaskan mengenai perbedaan antara sekolahnya manusia dengan
sekolahnya robot.
|
SEKOLAHNYA MANUSIA
|
SEKOLAHNYA ROBOT
|
Paradigma
|
Setiap peserta didik adalah anak
yang berpotensi.
|
Masih beranggapan bahwa ada anak
yang bodoh dan tidak punya potensi apapun.
|
Penerimaan siswa baru
|
Tes dan observasi peserta didik berfungsi
sebagai database peserta
didik
|
Masih menggunakan tes seleksi yang
ketat karena diharapkan mendapatkan the best input: peserta didik yang pandai
dan tidak nakal.
|
Target Kurikulum
|
Menghargai tiga ranah kemampuan
manusia, yaitu: 1) kognitif, 2) psikomotorik, dan 3) afektif.
|
Masih didominasi oleh ranah
kognitif sebagai simbol kemampuan tertinggi.
|
Proses belajar mengajar
|
Tidak padat oleh beban bidang studi, tetapi bermuatan
kreativitas, problem solving, character
building, life skill, dan unit-unit aktivitas yang sesuai dengan bakat peserta didik .
|
Padat oleh bidang studi dengan
standar isi sangat berat dan hanya menekankan pada bidang studi tertentu.
|
Para Guru
|
Mendidik dan mengajar dengan hati
dan kesabaran dalam menghadapi siswa dengan beragam kecerdasan (multiple intelligences)
|
Menegangkan sehingga membuat peserta didik tertekan dan
stress.
|
Peran Guru
|
Sebagai sang fasilitator, yaitu
guru selalu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk beraktivitas lebih banyak
dalam kegiatan belajar-mengajar.
|
Killer, ditakuti peserta didik nya, tidak sabar dan selalu menyalahkan peserta didik jika ada
materi yang tidak dipahami.
|
Sikap Guru
|
Sebagai katalisator yaitu selalu
memantik bakat dan minat peserta
didik, tidak pernah mengatakan bodoh atau nakal, serta mendorong peserta didik untuk meraih
prestasi.
|
Sebagai gladiator, yaitu pembunuh
bakat dan minat peserta didik, serta
sering mengelompokkan siswa dalam kelompok peserta didik yang pandai dan peserta didik bodoh.
|
Strategi mengajar guru
|
Menggunakan multistrategi
dan memiliki kreativitas mengajar.
|
Hanya menggunakan strategi atau
metode tunggal seumur hidup, yaitu “berceramah”
|
Pelatihan guru
|
Sekolah memiliki jadwal pelatihan
yang cukup, berkualitas dan terbuka.
|
Sekolah memiliki sedikit sekali
jadwal pelatihan guru.
|
Soal-soal yang diberikan
|
Soal-soal kognitif bermuatan problem solving
|
Soal-soal kognitif bermuatan
hafalan.
|
Rapor
|
Menggunakan penilaian autentik
yang memotret tiga ranah kemampuan, yaitu: 1) psikomotorik, 2) afektif, dan
3) kognitif.
|
Menggunakan penilaian kognitif
saja sehingga kemampuan afektif dan psikomotorik peserta didi tidak
terlihat.
|
Perkembangan siswa
|
Melihat perkembangan siswa dengan
konsep ipsatif, yaitu yang mengukur perkembangan peserta didik dari diri peserta
didik itu sendiri berdasarkan pencapaian sebelumnya.
|
Melihat perkembangan peserta didik hanya dengan
konsep peringkat (ranking), yaitu perkembangan peserta didik diukur melalui perbandingan dengan peserta didik lain.
|
Tujuan keberadaan sekolah
|
Mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan agar bermanfaat dalam kehidupan dunia dan akhirat.
|
Cenderung hanya untuk persiapan
menghadapi ujian.
|
f.
Menjadi guru Multiple Intelligences
Munif Chatib dalam buku pertamanya yang berjudul “Sekolahnya Manusia” (2012: 148) menjelaskan bahwa setiap unsur
sekolah punya andil yang besar untuk menyukseskan konsep multiple intelligences. Dan dalam pembelajaran berbasis multiple intelligences, elemen yang
terpenting adalah guru.
Guru adalah kunci kualitas sebuah
sekolah. Sekolah unggul yang
menganut konsep “the best proses”
dapat berhasil apabila didukung oleh kualitas guru yang profesional. Menjadi
guru profesional berarti menjadi guru yang tidak berhenti belajar. Aset
terbesar dan paling bernilai di sebuah sekolah adalah guru yang
berkualitas. Selain itu, untuk menjadi
seorang guru yang multiple intelligences adalah yang pertama dengan bersedia terus
belajar, dan kedua adalah membuat rencana pembelajaran.
a.
Guru multiple intelligences
adalah guru yang bersedia terus belajar
Dunia pendidikan dan sekolah adalah bidang ilmu yang dinamis atau terus
berkembang. Seorang guru yang profesional, tidak boleh tertinggal dalam
dinamika perkembangan ilmu pendidikan tersebut. Adapun beberapa program yang
harus dilakukan dan diikuti oleh seorang guru adalah sebagai berikut:
1) Pelatihan umum dan khusus yang terkait
dengan pendidikan secara terus-menerus
Pelatihan umum dan khusus dapat dilakukan oleh konsultan pendidikan di
sekolah tersebut, mengundang ahli pendidikan, atau mengikuti program pelatihan,
baik yang diadakan oleh dinas pendidikan maupun oleh lembaga swasta. Dan hasil
dari pelatihan seyogianya disosialisasikan kepada guru-guru lain yang belum
ikut pelatihan supaya update
informasi dapat terus dipelihara. Jadi, makin sering sekolah mengadakan
pelatihan guru, makin berkualitaslah sekolah itu.
2) Program bedah buku
Program bedah buku adalah salah satu kebiasaan yang sangat baik dan
mendukung peningkatan kualitas guru di sekolah. Buku yang harus di review adalah buku yang berkaitan dengan
pekerjaan guru sehari-harinya, yaitu pengajaran. Buku tersebut dapat di
fotokopi dan dibagikan pada guru di setiap bab-nya.
Dan setelah demikian, para guru secara bergantian membedahnya dan
mempresentasikan setiap bab-nya. Dan seorang guru, tentunya tidak akan merasa
terbebani ketika harus mengupas satu bab sebuah buku. Jadi, jika buku itu
terdiri dari tujuh bab, maka ada tujuh guru yang harus membedahnya secara
bergantian.
b.
Guru multiple intelligences
adalah guru yang membuat rencana pembelajaran
Rencana pembelajaran atau disebut juga lesson plan adalah perencanaan yang dibuat oleh guru sebelum
mengajar. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapaisatu atau lebih
kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam
silabus. (E. Mulyasa, 2007: 212)
Kesalahan umum yang dilakukan oleh seorang guru adalah tidak pernah
membuat rencana pembelajaran terlebih dahulu pada saat akan mengajar. Kualitas
pembelajaran seorang guru yang diawali dengan pembuatan rencana pembelajaran
akan sangat berbeda dengan guru yang tidak membuat rencana pembelajaran
sebelumnya. Padahal hakikat dari pembuatan RPP itu sendiri adalah merupakan
perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan apa yang akan
dilakukan dalam pembelajaran.
Selain itu, Munif Chatib dalam (2012:150) menjelaskan paradigma guru
tentang pentingnya membuat rencana pembelajaran juga harus disamakan.
PARADIGMA LAMA
YANG SALAH
|
PARADIGMA BARU
YANG BENAR
|
Guru mengajar = murid belajar
|
Proses guru mengajar tidak sama dengan proses
murid belajar
|
Perencanaan mengajar terletak pada bagaimana guru
mengajar kemudian murid mengerti
|
Perencanaan mengajar terletak bagaimana murid bisa
mengerti, barulah merancang bagaimana guru mengajar.
|
Guru mengajar = murid memahami
|
Cara murid memahami = cara guru mengajar
|
Adapun keuntungan guru mengajar dengan menggunakan rencana pembelajaran
adalah sebagai berikut:
1) Rencana pengajaran pada jenjang kompetensi secara otomatis tercatat di
arsip.
2) Record/arsip rencana pembelajaran akan menjadi
bekal untuk guru yang bersangkutan menggunakannya untuk penyempurnaan pada
tahun berikutnya.
3) Dengan rencana pembelajaran, kualitas guru akan terkontrol dan tercatat (Management Quality Control). Tugas
mengevaluasi kualitas rencana pembelajaran dilakukan oleh konsultan, supervisor
atau petugas yang ditunjuk.
4) Rencana pembelajaran merupakan siklus pertama dari sebuah proses
pembelajaran yang profesional.
5) Rencana pembelajaran dapat mengukur kualitas pembelajaran di kelas yang
berhubungan dengan hasil prestasi akademik peserta didik.
6) Rencana pembelajaran akan memberikan waktu bagi guru untuk menganalisis
bagaimana sebuah topik pembelajaran disampaikan dengan baik dan menarik.
Adapun menengenai contoh tentang pembuatan lesson plan terdapat dalam lampiran tesis ini.
g.
MIR (Multiple Intelligences Research)
MIR (Multiple
Intelligences Research)
merupakan tekhnik pertama pada tahap input
dalam pembelajaran berbasis multiple
intelligences. MIR merupakan instrumen riset yang dapat memberikan
deskripsi tentang kecenderungan kecerdasan seseorang. Dari analisis terhadap
kecenderungan kecerdasan tersebut, dapat disimpulkan gaya belajar terbaik bagi
seseorang.
Gaya belajar
disini diartikan dengan cara dan pola bagaimana sebuah informasi dapat dengan
baik dan sukses diterima oleh otak seseorang. Oleh karena itu, seharusnya
setiap guru memiliki data tentang gaya belajar peserta didiknya masing-masing.
Kemudian, setiap guru harus menyesuaikan gayanya dalam mengajar dengan gaya
belajar peserta didik yang telah diketahui dari hasil MIR. Yang selanjutnya yang
terjadi adalah quantum. Setiap guru
akan masuk ke dunia peserta didik, sehingga peserta didik merasa nyaman dan
tidak berhadapan dengan resiko kegagalan dalam proses belajar.
Apabila guru
berhasil masuk ke dalam dunia peserta didik lewat penyesuaian gaya belajar
peserta didik, peserta didik akan rela memberikan hak mengajarnya kepada guru.
Menurut gurunya Munif Chatib yakni Bobbi DePorter, menjelaskan bahwa wewenang
mengajar dan hak mengajar itu berbeda. Mungkin, setiap guru yang memiliki
lisensi mengajar punya wewenang untuk mengajar. Namun, hak mengajar adalah
sesuatu yang harus diraih oleh guru dengan kerja keras dan hak tersebut ada
dalam keinginan para peserta didik.
MIR (Multiple Intelligences Research) adalah
alat riset yang luar biasa untuk membantu guru menemukan gaya belajar peserta
didik. Biasanya, MIR dilaksanakan
pada saat penerimaan peserta didik baru. Adapun hasil dari tes MIR pada penerimaan peserta didik baru
menjadi data yang penting bagi guru untuk mengetahui kondisi peserta didik,
terutama mengenai informasi tentang gaya belajarnya. Selanjutnya, MIR dapat dilaksanakan pada setiap tahun
kenaikan kelas. Data MIR tahun lalu
dapat dijadikan masukan untuk pelaksanaan MIR (Multiple Intelligences Research) pada tahun depannya. Hal ini sesuai dengan konsep Howard Gardner,
pencetus teori multiple intelligences,
bahwa kecerdasan seseorang itu berkembang, tidak statis. Kecerdasan seseorang
lebih banyak berkaitan dengan kebiasaan, yaitu perilaku yang diulang-ulang.
MIR (Multiple Intelligences Research) yang
dilakukan secara berkala terhadap seseorang dalam hubungannya dengan proses
belajar mengajar akan menjadi akselerator baginya untuk menemukan kondisi akhir
terbaik. Adapun fungsi urgen hasil MIR (Multiple Intelligences Research) yaitu: Yang Pertama, MIR (Multiple
Intelligences Research)berfungsi
sebagai data informasi tentang kondisi psikologis kecerdasan anak.; dan Fungsi MIR yang Kedua, bahwa MIR (Multiple
Intelligences Research) berfungsi sebagai anjuran kepada orangtua untuk
melakukan berbagai aktivitas kebiasaan atau kegiatan kreatif yang disarankan
untuk diterapkan pada anaknya guna memancing bakat anak tersebut. (Munif
Chatib, 2012: 101-105)
h.
Proses dalam Pembelajaran Multiple Intelligences
Pada tahapan
yang kedua adalah tahapan pada proses pembelajaran, dimana nantinya gaya
mengajar gurunya harus sama dengan gaya belajar peserta didiknya.
1.
Brain
Munif Chatib
dalam buku “Sekolah Anak-anak Juara”(2012: 57-58) menjelaskan bahwa
tahap brain merupakan tahap awal yang
sangat penting. Artinya, para guru harus memahami cara kerja otak, yaitu:
mengangkap, menyimpan, dan mengolah informasi dalam proses berpikir. Jika cara
kerja otak ini tidak dipahami oleh guru, guru akan cenderung salah menyampaikan
informasi. Dan hasilnya, peserta didik tidak paham,
tidak antusias, dan sebagainya. Kondisi menyedihkan lainnya adaalah betapa jarangnya
guru yang mendapat pelatihan-pelatihan tentang cara kerja otak. Padahal,
informasi tentang otak ini selalu berkembang dari hari ke hari dan belum banyak
guru yang mengetahuinya.
Munif Chatib
dalam buku “Gurunya Manusia”, (2012:
135-137) menjelaskan bahwa dalam waktu sepuluh tahun lebih, ia mendalami multiple intelligences, ia menyadari
bahwa ternyata terdapat tiga hal penting yang disebutkan Howard Gardner sangat
berkaitan dengan dunia pendidikan, yaitu komponen inti, kompetensi dan kondisi
akhir terbaik.
Setiap area
otak yang disebut lobus of brain
ternyata punya komponen inti berupa potensi kepekaan yang akan muncul dari
setiap area otak apabila diberi stimulus yang tepat. Akibat adanya stimulus
yang tepat, kepekaan inilah yang akan menghasilkan kompetensi. Dan apabila
kompetensi tersebut dilatih terus-menerus dalam jenjang silabus yang tepat,
dari kompetensi akan muncul kondisi akhir terbaik seseorang. Kondisi akhir
terbaik inilah yang disebut kebanyakan orang “profesi”. Namun, jika stimulus
yang diberikan tidak tepat, maka kompetensi tersebut tidak akan muncul menonjol
atau hanya biasa-biasa saja.
Dibawah ini
adalah area otak seseorang dalam memperoleh stimulus yang sesuai berdasarkan
kecerdasan yang ia miliki, yaitu:
1)
Area otak lobus temporal kiri
dan lobus depan punya kepekaan
terhadap bunyi, struktur, makna, fungsi kata, dan bahasa. Apabila kepada area
ini diberikan stimulus yang sesuai, maka akan muncul kompetensi membaca,
menulis, berdiskusi, berargumentasi dan berdebat. Dan dalam hal ini, baginya ia
akan memiliki kecerdasan linguistik.
2)
Area otak lobus frontal kiri dan parietal kanan punya kepekaan dalam
memahami pola-pola logis atau numerik dan kemampuan mengolah alur pemikiran
yang panjang. Apabila kepada area otak ini diberikan stimulus yang sesuai, maka
akan muncul kemampuan berhitung, bernalar dan berpikir logis, memecahkan
masalah. Dan dalam hal ini, baginya ia akan memiliki kecerdasan matematis-logis.
3)
Area otak bagian belakang hemisfer
kanan punya kepekaan dalam merasakan dan membayangkan dunia gambar dan
ruang secara akurat. Apabila kepada area ini diberikan stimulus yang sesuai,
maka akan muncul kompetensi kemampuan menggambar, memotret, membuat patung, dan
mendesain. Dan dalam hal ini, baginya ia akan memiliki kecerdasan visual-spasial.
4)
Area otak lobus temporal
kanan punya kepekaan menciptakan dan mengapresiasi irama, pola titi nada,
serta apresiasi bentuk-bentuk ekspresi emosi musikal. Apabila kepada area ini
diberikan stimulus yang sesuai, maka akan muncul kompetensi kemampuan
menciptakan lagu, membentuk irama, mendengar nada dari sumber bunyi atau
alat-alat musik. Dan dalam hal ini, baginya ia akan memiliki kecerdasan musik.
5)
Area Serebelum, basal ganglia
dan motor korteks punya kepekaan
terhadap mengontrol gerak tubuh dan kemahiran mengelola objek, respons, dan
refleks. Apabila kepada area ini
diberikan stimulus yang sesuai, maka akan muncul kompetensi gerak motorik dan
keseimbangan. Dan dalam hal ini, baginya ia akan memiliki kecerdasan kinestesis.
6)
Area otak lobus frontal,
lobus temporal, hemisfer kanan, dan sistem
limbik punya kepekaan dalam mencerna dan merespons secara tepat suasana
hati, tempramen, motivasi, dan keinginan orang lain. Apabila kepada area ini
diberikan stimulus yang sesuai, maka akan muncul kompetensi bergaul dengan
orang lain, memimpin, kepekaan sosial yang tinggi, negosiasi, bekerja sama,
punya empati yang tinggi. Dan dalam hal ini, baginya ia akan menjadikan ia
memiliki kecerdasan interpersonal.
7)
Area otak lobus frontal,
lobus pariental, dan sistem limbik
punya kepekaan dalam memahami perasaan sendiri dan kemampuan membedakan emosi,
pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri. Apabila kepada area ini
diberikan stimulus yang sesuai, maka akan muncul kompetensi mengenali diri sendiri
secara mendalam, kemampuan intuitif dan motivasi diri, penyendiri, sensitif
terhadap nilai diri dan tujuan hidup. Dan dalam hal ini, baginya ia akan
menjadikan seseorang memiliki kecerdasan intrapersonal.
8)
Area otak lobus parietal kiri
punya kepekaan dalam membedakan spesies, mengenali eksistensi spesies lain, dan
memetakan hubungan antar beberapa spesies. Apabila kepada area ini diberikan
stimulus yang sesuai, maka akan muncul kompetensi meneliti gejala alam,
mengklasifikasi dan identifikasi. Dan dalam hal ini, baginya ia akan menjadikan
seseorang memiliki kecerdasan naturalis.
2.
Strategi Mengajar
Pada tahap
strategi mengajar ini sangat berkaitan dengan brain, sebab yang akan menangkap informasi, kemudian memahaminya
adalah otak para peserta didik. Strategi
mengajar adalah cara informasi itu disampaikan dari pemberi informasi (guru)
kepada penerima informasi (peserta didik).
Munif Chatib dalam
buku “Gurunya Manusia” (2012: 138-189)
menjelaskan bahwa ia memunculkan 20 strategi mengajar. Dan sebenarnya strategi
mengajar tidak hanya terpaku pada 20 strategi mengajar yang telah dimunculkan
oleh Munif Chatib. Namun, seorang guru bisa saja memunculkan lebih dari 20
strategi mengajar. Karena sungguh, sebenarnya guru tidak punya alasan lagi untuk
tidak kreatif dalam mengajar. Jalan keluar yang praktis agar guru menguasai
banyak strategi mengajar adalah dengan berlatih strategi mengajar.Banyak guru
menemui kesulitan dalam merancang dan mendesain strategi pembelajaran yang
menarik dan sesuai dengan gaya belajar peserta didik.
3.
Produk
Munif Chatib
dalam buku“Sekolahnya Manusia” (2012:
146) menjelaskan bahwa produk hasil belajar merupakan hasil belajar yang
melahirkan karya baru yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Adapun yang
termasuk dari produk hasil belajar, yaitu: a) Benda/karya intelektual yang
dapat ditampilkan; b) Penampilan; dan c) Proyek edukasi.
4.
Benefit
Adapun arti dari
benefit menurut Munif
Chatib dalam buku “Sekolah Anak-anak
Juara”(2012: 61) menjelaskan adalah daya manfaat ketika produk-produk yang
berhasil dibuat para peserta didik dapat bermanfaat.
Beberapa asas
manfaat, diantaranya yaitu:
1)
Produk tersebut bermanfaat dengan dipamerkan kepada banyak orang.
2)
Produk tersebut bermanfaat untuk sebagian orang.
3)
Produk tersebut bermanfaat bagi banyak orang, bahkan ada akibat
duplikasi.
i.
Authentic
Assessment dalam pembelajaran berbasis Multiple
Intelligences (MI)
Munif Chatib
dalam buku “Sekolahnya Manusia”
(2012: 155) menjelaskan bahwa teori multiple
intelligences menawarkan perombakan yang cukup fundamental dalam
penilaian sebagai output sebuah
proses pembelajaran. Teori ini menganjurkan sistem yang tidak bergantung pada
tes standar atau tes yang didasarkan pada nilai formal, tetapi lebih banyak
didasarkan pada penilaian autentik yang mengacu pada kriteria khusus dengan
menggunakan tes yang memiliki titik acuan spesifik dan ipsative (tes yang membandingkan prestasi peserta didik saat ini
dengan prestasinya yang lalu).
Penilaian
autentik memiliki model yang beragam. Penilaian autentik menganut konsep ability
test. Ability test merupakan tes
kemampuan, dan bukan dengan disability
test (tes ketidakmampuan) peserta didik.
1.
Definisi Ability test dan Disability
test
Tes kemampuan
adalah tes yang mengandung konten dan instruksi yang mencerminkan kemampuan
peserta didik dalam ranah yang luas. Sedangkan ciri-ciri disability tes (tes ketidakmampuan) yaitu: a) soal-soal yang
diberikan menitikberatkan pada unfamiliar
test, yaitu soal-soal yang tidak biasa didapat dari proses belajar
sehari-hari, baik konten maupun jenis soal; b) soal-soal yang tidak punya range/batasan yang sudah disepakati.
2.
Penerapan Taksonomi Bloom
dalam Penilaian Autentik
Taksonomi Bloom yang diterapkan pada penilaian autentik sangat membantu guru untuk
membuat soal yang berkualitas. Pengetahuan menempati anak tangga terendah.
Sangat disayangkan apabila soal hanya dibuat dalam anak tangga terendah tanpa
diikuti dengan tantangan untuk mendorongnya naik sampai ke anak tangga
tertinggi.
a.
Pengetahuan
Wowo Sunaryo
Kuswana dalam buku“Taksonomi Kognitif ”
(2012:32) menjelaskan bahwa pengetahuan adalah terkait dengan perilaku yang
dapat digambarkan pada situasi ujian, yang menekankan pada ingatan atau daya
ingat dari ide-ide, materi, atau fakta dan telah dikenali. Pengetahuan adalah
ingatan tentang materi atau bahan yang sudah pernah dipelajari (mengingat).
Contoh soal dalam tingkatan pengetahuan adalah:
1.
Siapakah yang ..................... ?
2.
Tepatnya, kapan peristiwa ini terjadi .................. ?
3.
Sebutkan ibu kota negara .................. ?
4.
Ada berapakah ................?
5.
Mana yang benar atau yang salah........... ?
6.
Di manakah letak .............?
b.
Pengertian
Pengertian
adalah kemampuan untuk menangkap arti suatu materi atau informasi yang
dipelajari. Adapun contoh soal dalam tingkatan pengertian adalah:
1.
Apa yang dimaksud dengan ........ ?
2.
Sebutkan ciri-ciri ...... ?
3.
Ceritakan kembali tentang ......... ?
4.
Apa bedanya hal ini .... dengan hal itu?
5.
Coba berikan contoh lain ...... ?
c.
Aplikasi
Aplikasi adalah
kemampuan menerapkan materi atau informasi yang telah dipelajari ke dalam suatu
keadaan baru dan konkret dengan hanya mendapat sedikit pengarahan. Hal ini
termasuk aplikasi dari suatu aturan, konsep, metode dan teori guna memecahkan
masalah. Contoh dalam tingkatan aplikasi adalah:
1.
Coba jelaskan langkah-langkah untuk menjalankan ..... ?
2.
Yang mana yang paling menyerupai........?
3.
Pertanyaan apa yang akan anda tanyakan..... ?
4.
Faktor apa yang akan anda ubah?
5.
Mungkinkah ini terjadi dalam ...... ?
6.
Mengapa atau mengapa tidak?
d.
Analisis
Penggolongan
yang tingkatannya lebih tinggi, setelah pemahaman dan penerapan adalah
melibatkan berpikir analisis. Analisis adalah kemampuan memecahkan atau
menguraikan suatu materi atau informasi menjadi komponen-komponen yang lebih
kecil sehingga lebih mudah dipahami. Contoh soal dalam tingkat analisis yaitu:
1.
Buatlah bagan tentang hubungan sebab dan akibat dari .......?
2.
Apa komponen/bagian dari ......?
3.
Apa langkah penting dalam proses ............ ?
4.
Jika suatu kondisi terjadi....., apa langkah yang harus dilakukan?
5.
Apa kesimpulan lain dari kondisi yang terjadi?
6.
Perbedaan antara fakta dan hipotesis adalah .....?
7.
Apa hubungan antara ....... dan...... ?
e.
Sintesis
Sintesis adalah
kemampuan untuk menyatukan bagian-bagian atau komponen menjadi suatu bentuk
yang lengkap dan unik. Misalnya dalam membuat pidato atau membuat suatu rencana
operasi. Contoh soal dalam tingkat sintesis adalah:
1.
Dapatkah peserta didik merancang sebuah ......?
2.
Buatlah sebuah parodi atau lagu mengenai ....?
3.
Bisakah peserta didik membuat proposal untuk .....?
4.
Bagaimanakah peserta didik menangani masalah?
f.
Evaluasi
Kelas terakhir
adalah evaluasi. Evaluasi adalah kemampuan menentukan nilai suatu materi,
pernyataan, laporan, cerita atau lainnya untuk tujuan tertentu. Penilaian
dilakukan berdasarkan pada suatu kriteria yang baku dan jelas. Contoh soal
dalam tingkat evaluasi adalah :
1.
Pendapat peserta didik mengenai .........?
2.
Solusi apa yang anda suka dan mengapa ........ ?
Dengan
demikian, taksonomi bloom bermakna
dan berguna untuk guru dan profesional pendidikan lainnya, dampaknya dapat
dirasakan terutama dalam perencanaan kurikulum, penilaian, serta penelitian
pembelajaran.
Dalam tulisan tesis di Bab selanjutnya ini, peneliti akan menulis
mengenai bagaimana Konsep Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences Dalam Perspektif Munif Chatib.
0 comments:
Post a Comment