Thursday, May 30, 2013

My Tesis "Chapter Five"


BAB V
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Pembelajaran berbasis multiple intelligences adalah suatu proses pembelajaran yang di dalamnya ketika guru hendak mengajarkan sebuah materi pelajaran, guru tersebut mengajarnya sesuai dengan kecenderungan gaya belajar peserta didik. Karena di dalam satu ruangan kelas terdapat beberapa peserta didik yang masing-masing memiliki multiple intelligences yang berbeda. Multiple intelligences merupakan teori kecerdasan jamak yang sebelumnya telah dikemukakan oleh pencetusnya yakni Howard Gardner dan kemudian dikembangkan oleh Thomas Amstrong. Ketika sampai di Indonesia teori multiple intelligences dari Howard Gardner dan Thomas Amstrong tersebut, akhirnya dikembangkan oleh Munif Chatib dalam menerapkan teori multiple intelligences tersebut di dunia pendidikan. Yang kemudian Munif Chatib mendefinisikan bahwa setiap individu itu unik dan masing-masing peserta didik memiliki multiple intelligences yang berbeda. Guru dan orang tua harus membuka kelima bingkisan itu agar anak menjadi juara. Menurutnya bahwa setiap anak punya kecenderungan kecerdasan dari sembilan macam kecerdasan, yaitu: 1) cerdas bahasa atau disebut juga kecerdasan linguistic, 2) cerdas matematis-logis atau disebut juga kecerdasan (Kognitif), 3) cerdas gambar dan ruang atau disebut juga kecerdasan visual-spasial, 4) cerdas musik, 5) cerdas gerak atau disebut juga dengan kecerdasan kinestesis, 6) cerdas bergaul atau disebut juga dengan kecerdasan interpersonal, 7) cerdas diri atau disebut juga dengan kecerdasan intrapersonal, 8) cerdas alam dan 9) cerdas eksistensial.
Adapun pokok-pokok Pikiran Munif Chatib tentang Multiple Intelligences, diantaranya yaitu: 1) Lima Bingkisan Peserta didik dalam Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Seorang guru harus mampu membuka lima bingkisan peserta didik, sebelum memasuki pembelajaran berbasis multiple intelligences. dan lima bingkisan tersebut, adalah: bintang, samudra; harta karun; penyelam; dan bakat.; 2) Teori Multiple Intelligences, dari dunia psikologi ke dunia edukasi; 3) Multiple intelligences (MI) bukan studi, bukan Kurikulum; 4) Multiple intelligences bagaikan dua sisi koin; 5) Pembelajaran multiple intelligences “Pilih sekolahnya manusia, jangan sekolahnya robot”; 6) Menjadi guru Multiple Intelligences. untuk menjadi seorang guru yang multiple intelligences adalah yang pertama dengan bersedia terus belajar, dan kedua adalah membuat rencana pembelajaran.; 7) MIR (Multiple Intelligences Research); 8) Proses dalam Pembelajaran Multiple Intelligence syaitu Brain, Strategi Mengajar, Produk, Benefit. ; 9) Authentic Assessment dalam pembelajaran berbasis Multiple Intelligences (MI).
Munif Chatib menjelaskan konsep penerapan pembelajaran berbasis multiple intelligences di sekolah secara global meliputi tiga tahap penting, yaitu: input, proses dan output. Pada tahap input, menggunakan Multiple Intelligences Research (MIR) dalam penerimaan peserta didik barunya. Tahapan yang kedua adalah tahapan pada proses pembelajaran, dimana nantinya gaya mengajar gurunya harus sama dengan gaya belajar peserta didiknya. Pada tahap proses pembelajaran berbasis multiple intelligences ini, terdapat teknik brain, strategi mengajar, produk, dan benefit. Pada Output, dalam pembelajaran berbasis multiple intelligences ini, maka penilaiannya yaitu dengan menggunakan penilaian Autentik. Penilaian autentik memiliki model yang beragam. Penilaian autentik menganut konsep ability test. Penilaian autentik adalah sebuah penilaian terhadap sosok utuh seorang peserta didik yang bukan diukur dari segi kognitifnya saja melainkan juga diukur dari segi afektif dan psikomotorik peserta didik.

B.     Saran-saran dan rekomendasi
Oleh karena itu, berpijak pada kesimpulan di atas dan didorong oleh rasa pengabdian yang tinggi terutama untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, ada beberapa hal yang menjadi saran dan rekomendasi bagi peneliti, diantaranya yaitu:
1.      Teori multiple intelligences dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah sejatinya menjadi bahan renungan bagi para pendidik untuk kemudian dapat mencerahkan paradigma berfikir tentang kecerdasan. Kecerdasan selama ini diartikan terlalu sempit sehingga sangat sulit memproduksi orang-orang cerdas, belum lagi kecerdasan dijadikan tolak ukur keberhasilan seseorang. Sesungguhnya tidak ada peserta didik yang bodoh, hanya guru dan orangtuanyalah yang belum bisa menemukan potensi kecerdasan anak.

2.      Pembelajaran multiple intelligences dalam perspektif Munif Chatib sangat berbeda sekali dengan apa yang ada dalam kenyataan di dunia pendidikan saat ini. Pendidikan kita yang kita rasakan saat ini, pada proses pembelajaran berlangsung, seorang guru selalu menekankan aspek kognitif saja, sementara seharusnya para pendidik harus memperhatikan ketiga aspek tersebut, yang demikian harus ada dalam proses pembelajaran, dengan tujuan guna untuk menilai peserta didik secara utuh, yakni dengan ketiga aspek. Dan ketiga aspek tersebut adalah aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
3.      Pemikiran Munif Chatib sungguh sangat inspiratif bagi bangsa Indonesia dalam hal pendidikan. Dengan adanya tulisannya tentang multiple intelligences diharapkan para pendidik dan orangtua mampu untuk bekerja sama dalam membangun kualitas anak bangsa menuju arah yang lebih baik.




0 comments: