BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran berbasis multiple
intelligences adalah suatu proses pembelajaran yang di dalamnya ketika guru
hendak mengajarkan sebuah materi pelajaran, guru tersebut mengajarnya sesuai
dengan kecenderungan gaya belajar peserta didik. Karena di dalam satu ruangan
kelas terdapat beberapa peserta didik yang masing-masing memiliki multiple intelligences yang berbeda. Multiple intelligences merupakan teori kecerdasan jamak yang sebelumnya telah dikemukakan oleh pencetusnya
yakni Howard Gardner dan kemudian dikembangkan oleh Thomas Amstrong. Ketika
sampai di Indonesia teori multiple
intelligences dari Howard Gardner dan Thomas Amstrong tersebut, akhirnya dikembangkan
oleh Munif Chatib dalam menerapkan teori multiple
intelligences tersebut di dunia pendidikan. Yang kemudian Munif Chatib mendefinisikan
bahwa setiap individu itu unik dan masing-masing peserta didik memiliki multiple intelligences yang berbeda. Guru dan orang tua harus membuka
kelima bingkisan itu agar anak menjadi juara. Menurutnya bahwa setiap anak
punya kecenderungan kecerdasan dari sembilan macam kecerdasan, yaitu: 1) cerdas
bahasa atau disebut juga kecerdasan linguistic,
2) cerdas matematis-logis atau disebut juga kecerdasan (Kognitif), 3) cerdas gambar dan ruang
atau disebut juga kecerdasan visual-spasial,
4) cerdas musik, 5) cerdas gerak atau disebut juga dengan kecerdasan kinestesis, 6) cerdas bergaul atau
disebut juga dengan kecerdasan interpersonal,
7) cerdas diri atau disebut juga dengan kecerdasan intrapersonal, 8) cerdas alam dan 9) cerdas eksistensial.
Adapun pokok-pokok Pikiran Munif Chatib tentang Multiple
Intelligences, diantaranya yaitu: 1) Lima Bingkisan Peserta didik dalam Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Seorang guru
harus mampu membuka lima bingkisan peserta didik, sebelum memasuki pembelajaran
berbasis multiple intelligences. dan
lima bingkisan tersebut, adalah: bintang, samudra; harta karun; penyelam; dan
bakat.; 2) Teori Multiple Intelligences,
dari dunia psikologi ke dunia edukasi; 3) Multiple
intelligences (MI) bukan studi, bukan Kurikulum; 4) Multiple intelligences bagaikan dua sisi
koin; 5) Pembelajaran multiple
intelligences “Pilih sekolahnya manusia, jangan sekolahnya robot”; 6)
Menjadi guru Multiple Intelligences.
untuk menjadi seorang guru yang multiple
intelligences adalah yang pertama dengan bersedia terus belajar, dan kedua
adalah membuat rencana pembelajaran.; 7) MIR (Multiple Intelligences Research); 8) Proses dalam Pembelajaran Multiple Intelligence syaitu Brain, Strategi
Mengajar, Produk, Benefit. ; 9) Authentic
Assessment dalam pembelajaran
berbasis Multiple Intelligences (MI).
Munif Chatib menjelaskan konsep penerapan
pembelajaran berbasis multiple
intelligences di sekolah secara global meliputi tiga tahap penting, yaitu: input,
proses dan output. Pada tahap input, menggunakan Multiple
Intelligences Research (MIR) dalam penerimaan peserta didik barunya. Tahapan yang
kedua adalah tahapan pada proses pembelajaran, dimana nantinya gaya mengajar
gurunya harus sama dengan gaya belajar peserta didiknya. Pada tahap proses
pembelajaran berbasis multiple
intelligences ini, terdapat teknik brain,
strategi mengajar, produk, dan benefit. Pada Output, dalam pembelajaran berbasis multiple intelligences ini, maka penilaiannya yaitu dengan menggunakan
penilaian Autentik. Penilaian
autentik memiliki model yang beragam. Penilaian autentik menganut konsep ability test. Penilaian autentik adalah sebuah penilaian terhadap
sosok utuh seorang peserta didik yang bukan diukur dari segi kognitifnya saja
melainkan juga diukur dari segi afektif dan psikomotorik peserta didik.
B. Saran-saran dan rekomendasi
Oleh karena itu, berpijak pada kesimpulan di atas dan
didorong oleh rasa pengabdian yang tinggi terutama untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia, ada beberapa hal yang menjadi saran dan rekomendasi
bagi peneliti, diantaranya yaitu:
1.
Teori multiple intelligences dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah
sejatinya menjadi bahan renungan bagi para pendidik untuk kemudian dapat
mencerahkan paradigma berfikir tentang kecerdasan. Kecerdasan selama ini
diartikan terlalu sempit sehingga sangat sulit memproduksi orang-orang cerdas,
belum lagi kecerdasan dijadikan tolak ukur keberhasilan seseorang. Sesungguhnya
tidak ada peserta didik yang bodoh, hanya guru dan orangtuanyalah yang belum
bisa menemukan potensi kecerdasan anak.
2.
Pembelajaran multiple
intelligences dalam perspektif Munif Chatib sangat berbeda sekali dengan
apa yang ada dalam kenyataan di dunia pendidikan saat ini. Pendidikan kita yang
kita rasakan saat ini, pada proses pembelajaran berlangsung, seorang guru
selalu menekankan aspek kognitif saja, sementara seharusnya para pendidik harus
memperhatikan ketiga aspek tersebut, yang demikian harus ada dalam proses
pembelajaran, dengan tujuan guna untuk menilai peserta didik secara utuh, yakni
dengan ketiga aspek. Dan ketiga aspek tersebut adalah aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik.
3.
Pemikiran Munif Chatib sungguh sangat inspiratif bagi
bangsa Indonesia dalam hal pendidikan. Dengan adanya tulisannya tentang multiple intelligences diharapkan para
pendidik dan orangtua mampu untuk bekerja sama dalam membangun kualitas anak
bangsa menuju arah yang lebih baik.
0 comments:
Post a Comment