BAB
IV
KONSEP PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES DALAM PERSPEKTIF
MUNIF CHATIB
A. Kontekstualisasi
Multiple Intelligences (MI) dalam
pembelajaran di sekolah
1. Pembelajaran berbasis Multiple Intelligences di Sekolah
Munif Chatib menjelaskan dalam hal yang terkait dengan masalah
pembelajaran berbasis multiple
intelligences, bahwa terdapat tiga jenis yang dilakukan dalam
pembelajaran yang berbasis kecerdasan majemuk tersebut, yaitu:
a. Tahap Input (Teknik Multiple Intelligences Research)
Pada tahap Input ini, Munif Chatib menggunakan Multiple Intelligences Research (MIR) dalam penerimaan peserta didik barunya.
Proses penerimaan tersebutdilakukan dengan menggunakan sistem kuota artinya
apabila sekolah ini berkapasitas 100 peserta didik dalam penerimaan peserta
didik barunya, maka ketika pendaftar telah mencapai 100 peserta didik,
pendaftaran akan ditutup. Jadi sekolah ini tidak menerapkan tes seleksi masuk
dalam Penerimaan Peserta didik Baru.
Kemudian peserta
didik baru yang telah diterima akan mengikuti proses Multiple Intelligences Research
(MIR). MIR adalah semacam alat riset psikologis
yang mengeluarkan deskripsi kecenderungan kecerdasan majemuk anak dan gaya
belajarnya. Dan dari analisis terhadap kecenderungan kecerdasan tersebut, dapat
disimpulkan gaya belajar terbaik seseorang.
Multiple Intelligences Research (MIR) bukanlah alat tes seleksi masuk sekolah,
melainkan sebuah riset yang ditujukan kepada peserta didik dan orangtuanya
untuk mengetahui kecenderungan kecerdasan peserta didik yang paling menonjol
dan berpengaruh. Melalui Multiple
Intelligences Research (MIR), peserta didik dan guru dapat mengetahui banyak hal,
seperti grafik kecerdasan peserta didik, gaya belajar peserta didik, dan
kegiatan kreatif yang disarankan, yang tentunya berbeda antara satu peserta
didik dengan peserta didik lain.
Setiap hasil MIR
menyatakan bahwa pada hakikatnya tidak ada peserta didik yang bodoh. Setiap
peserta didik pasti memiliki kecenderungan kecerdasan yang merupakan hasil dari
kebiasaan-kebiasaan peserta didik tersebut dalam berinteraksi, baik dengan
dirinya sendiri (mengenal potensi diri) maupun dengan pihak lain.
Data Multiple Intelligences Research (MIR) ini bertujuan untuk pengetahuan guru
dalam mengetahui gaya belajar masing-masing peserta didiknya. Dan menurut Munif
Chatib, tidak ada anak bodoh dan tidak ada pelajaran yang sulit. Dari hasil Multiple Intelligences Research (MIR)
tersebut guru akan masuk
ke dunia peserta didik sehingga peserta didik merasa nyaman dan tidak
berhadapan dengan resiko kegagalan dalam proses belajar. PelaksanaanMultiple Intelligences Research (MIR) dilaksanakan pada saat penerimaan
peserta didik baru, selanjutnya Multiple
Intelligences Research (MIR) dapat dilaksanakan pada setiap tahun kenaikan kelas
dan biasanya 3 bulan sebelum kenaikan kelas.
Pada tanggal 19
Oktober 2012, peneliti melakukan tes MIR (Multiple Intelligences Research) yang didalamnya disediakan
beberapa pertanyaan oleh Interviewer. Dalam MIR ini terdapat beberapa pertanyaan yang
dipertanyakan oleh Misbah Hanim, sebagai seorang yang melakukan Interview di
Lazuardi-Next yang bertempat di Jalan Margasatwa No.39 Lantai 2 Jagakarsa
Jakarta Selatan. Adapun bentuk pertanyaan yang dilakukan dalam tes MIR tersebut
terdapat dalam lampiran tesis ini.
MIR (Multiple
Intelligences Research) merupakan instrumen riset yang dapat memberikan
deskripsi tentang kecenderungan kecerdasan seseorang. Setelah dilakukan tes MIR, untuk
mengetahui hasil MIR tersebut maka akan dianalisis oleh psikolog yang
bernama Mustofa Juhri, dalam jangka waktu maksimal kurang lebih 3 minggu.
Adapun contoh dari
hasil tes MIR (Multiple
Intelligences Research) peserta
didik terdapat dalam lampiran.
Munif Chatib
dalam buku “Sekolah Anak-anak Juara”
(2012: 129)menjelaskan bahwa dari hasil tes MIR, maka guru melakukan
pemetaan kelas bukan berdasarkan hasil nilai kognitif, abjad, waktu, biaya.
Namun, pemetaan kelas tersebut berdasarkan gaya belajar peserta didik.
Gaya belajar
menurut Rafy Sapuri (2009: 288) adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh
seseorang dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat atau
berpikir, dan memecahkan soal. Menurut Ferdinal
Lafendry dalam workshopnya pada tanggal 19 Oktober 2012 tentang multiple inteligences intermediate
mengatakan bahwa Gaya belajar peserta didik sama dengan potensi yang ada pada
kecerdasan peserta didik.
Dan pemetaan
kelas tersebut inilah yang manusiawi. Artinya, sesuai dengan landasan akademis
dan neurologi. Jika ada tiga kelas, maka peserta didik akan dikelompokkan
berdasarkan persamaan gaya belajar sehingga tidak ada labelisasi dan tidak ada
perbedaan fasilitas. Secara neurologi dikatakan bahwa setiap anak akan mudah
menerima informasi dari guru, jika informasi tersebut disampaikan dengan cara
yang sesuai dengan gaya belajar peserta didik. Setiap peserta didik punya gaya
belajar dan selalu dinamis. Pemetaan kelas berdasarkan gaya belajar yang
berbeda dan selalu dinamis. Pemetaan kelas berdasarkan gaya belajar yang
dominan menjadi alternatif terbaik sebab guru akan lebih mudah mentransfer ilmu
kepada para peserta didik lewat open
brain yang paling dominan. Secara akademis, guru terbantu oleh model
penerimaan ini sehingga bisa merancang perencanaan belajar yang berisi
strategi-strategi mengajar yang sesuai dengan gaya belajar peserta didik.
Guru setelah mengenali
gaya belajar peserta didik, maka akan
membuat proses belajar-menajar jauh lebih efektif dan efisien, sehingga
menimbulkan pengaruh yang besar terhadap prestasi belajar peserta didik.
b. Tahap Proses (Teknik Brain, Strategi Mengajar, Produk, Benefit)
Pada tahapan
yang kedua adalah tahapan pada proses pembelajaran, dimana nantinya gaya
mengajar gurunya harus sama dengan gaya belajar peserta didiknya. Pada tahapan yang kedua adalah tahapan
pada proses pembelajaran, dimana nantinya gaya mengajar gurunya harus sama
dengan gaya belajar peserta didiknya. Pola kerja sama yang harus diketahui oleh
guru adalah proses pembelajaran yang bersifat dua arah pada hakikatnya adalah
dua proses yang berbeda: proses pertama, guru mengajar atau memberikan
presentasi, dan proses kedua yaitu peserta didik belajar atau peserta didik
beraktivitas.
Proses transfer
pengetahuan dalam pembelajaran akan berhasil apabila waktu terlama difokuskan
pada kondisi peserta didik beraktivitas, bukan pada kondisi guru mengajar. Bagi
guru yang sudah berpengalaman menggunakan strategi mengajar berbasis multiple intelligences, waktu guru
menyampaikan presentasinya hanya 30%, sedangkan 70% digunakan untuk peserta
didik dalam beraktivitas. (Munif Chatib, 2012: 135)
1) Teknik Brain
Brain
atau otak adalah organ yang bilamana dirawat, dijaga dan dipelihara secara
serius dan teratur, dapat bertahan sampai lebih dari seratus tahun. Tidak
seperti organ tubuh lain, yang kian tua kian rusak, otak justru makin tua makin
menunjukkan fungsi yang kian luas dan lebar. Kian tua interkoneksi antar sel
saraf (neuron) karena memang pengalaman
hidup makin banyak, kian padat dalam otak manusia. (Taufiq Pasiak, 2002: 62)
Tekhnik brain adalah suatu teknik guna untuk
mengetahuibagaimana mengenal cara kerja otak peserta didik sehingga memudahkan
seorang guru dalam mengkondisikan kelas, dan guru dapat mengetahui bagaimana
men-setting kondisi kelas sesuai gaya
belajar peserta didik.
Dalam pelatihan multiple intelligences intermediate di
Lazuardi-Next Jakarta Selatan, power
point (2012: 1-15) pemateri, Ferdinal Lafendry, menjelaskan bahwa guru profesional
adalah guru yang benar-benar mengetahui cara kerja otak dalam menyerap
informasi. Ada tiga otak dalam satu kepala, yaitu: a) otak reptil (sang penjaga); b) otak limbic
(sang pengatur); dan c) neo cortex
(sang penjaga).
a)
Otak Reptil
(Sang Penjaga)
Otak reptil
adalah kemampuan guru dalam mengatur lingkungan dan suasana kelas agar tampak
indah, asri dan nyaman. Adapun unsur dari otak reptil yaitu: mengatur fungsi
denyut jantung dan pernapasan; melindungi seseorang dari bahaya fisik dengan
pendekatan “lari” atau ‘lawan”; pada saat otak reptil aktif, orang tidak dapat
berpikir, yang berperan adalah “insting” dan “langsung bereaksi”; mengendalikan dunia fisik; dan otak reptil
aktif bila seseorang merasa takut, stres, terancam, marah, kurang tidur dan kondisi
tubuh lelah.
b)
Otak Limbic
(Sang Pengatur)
Otak limbic adalah kemampuan guru untuk
membangun emosi positif dan konsep diri peserta didik, terutama pada materi character building. Adapun unsur dari
otak limbic yaitu mengatur kekebalan
tubuh, hormon, tidur, kebutuhan keluarga, strata sosial, rasa memiliki;
mengendalikan dunia emosional dan memori jangka panjang.
c) Neo Cortex
(Sang Pemikir)
Neo Cortex
adalah kemampuan guru dalam hal gaya mengajar terhadap peserta didik yang
berbasis multiple intelligences.
Adapun unsur dari Neo Cortex yaitu
bekerja dengan logika; menanggapi dengan pikiran yang beralasan; mengendalikan
dunia kreatif.
Penelitian
menunjukkan bahwa energi informasi bergerak dari dasar otak (otak reptil) melalui pusat emosi (otak limbic) terus ke bagian atas (neo cortex). Yang artinya, ketika
seseorang mempersiapkan diri untuk belajar, maka seseorang harus merasa nyaman
secara fisik. Suhu udara, tata cahaya, dan area belajar harus memuaskan otak
reptil. Dan seorang guru harus memulai pembelajaran dengan sikap positif untuk
memuaskan pusat emosi otak (otak limbic).
Ketika dua bagian pertama otak sudah puas, maka otak pemikir dapat bekerja
dengan baik.
2) Strategi-strategi Mengajar dalam Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligences
Selama proses
belajar mengajar berlangsung, terjadilah interaksi antara guru dan peserta
didik, namun interaksi ini bercirikan khusus, karena peserta didik menghadapi
tugas belajar dan guru harus mendampingi peserta didik dalam belajarnya.
Dalam strategi
mengajar, guru harus membuat lesson plan
atau yang biasa disebut dengan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Di bawah ini adalah beberapa strategi mengajar
seorang guru dalam pembelajaran berbasis multiple
intelligences.
a) Strategi Mengajar dalam Pembelajaran Berbasis
Kecerdasan Linguistik (Cerdas Bahasa)
Kecerdasan linguistik adalah kemampuan berpikir seseorang dalam
bentuk kata-kata, menggunakan bahasa untuk mengekspresikan, dan menghargai
makna yang kompleks. (Munif Chatib, 2012: 82)
Adapun strategi mengajar dalam pembelajaran yang berbasis multiple intelligences yang dilakukan oleh
seorang guru terhadap peserta didik yang memiliki kecerdasan linguistik
ini adalah dengan: 1) Membaca; 2) Menulis informasi; 3) Menulis naskah; 4)
Wawancara; 5) Presentasi; 6) Mendongeng; 7) bercerita; 8) Debat; 9) Membuat
puisi; 10) Membuat cerpen; 11) Membuat buletin; 12)Tanya jawab; 13) Tebak
Aksara; 14) Tebak Kata; 15) Aksara bermakna; 16) Permainan kosa kata; 17)
Pantun; 18) Melaporkan suatu peristiwa.
Di bawah ini salah satu contoh
dari aktivitas pembelajaran berbasis kecerdasan linguistik, yaitu
strategi debat atau diskusi yang dianggap mewakili masing-masing keterampilan
reseptif dan produktif.
Munif Chatib dalam buku “Gurunya
Manusia”(2012: 143-144) menjelaskan bahwa strategi diskusi adalah aktivitas
pembelajaran dengan komunikasi dan interaksi diantara dua orang atau lebih
(berkelompok). Pada strategi diskusi, harus terdapat topik berupa masalah yang
akan dipecahkan. Adapun prosedur dari strategi diskusi yaitu:
(a) Kelompok
Para peserta didik seyogianya dibagi menjadi beberapa kelompok. Pembagian
kelompok dapat dilakukan beraneka ragam cara. Dalam kelompok inilah, masalah
akan dilontarkan dan selanjutnya akan dibahas dalam diskusi kelompok dan antar
kelompok.
(b) Moderator
Moderator yaitu orang yang memimpin jalannya suatu diskusi agar terarah
dan tepat waktu. Moderator harus menguasai tahap diskusi, menguasai masalah
yang akan didiskusikan, serta dapat mengatur waktu tiap-tiap kelompok melakukan
pembahasan, presentasi dan kesimpulan. Dengan adanya moderator, jalannya
diskusi akan terarah dan indikator hasil belajar akan tuntas. Moderator dapat
dipilih dari salah seorang peserta didik atau guru.
(c) Notulis
Notulis yaitu orang yang mencatat jalannya diskusi, mulai dari awal sampai
tahap kesimpulan. Biasanya, hasil catatan notulis tersebut yang akan
digandakan, lalu dibagikan kepada semua peserta didik sebagai catatan hasil
diskusi. Notulis dapat dipilih dari salah seorang peserta didik.
(d) Topik Masalah
Masalah yaitu topik atau tema pembahasan yang dapat diambil dari
indikator hasil belajar dalam silabus. Masalah dapat ditentukan lebih dari
satu, dengan pengungkapannya kepada peserta didik harus jelas. Sebaiknya,
jangan melemparkan masalah yang tidak dimengerti oleh peserta didik. Oleh sebab
itu, guru harus menjelaskan secara detail masalah yang diangkat menjadi topik
diskusi.
(e) Solusi
Solusi yaitu jawaban atau jalan keluar dari masalah yang dibahas dalam
diskusi. Solusi ini sebaiknya tidak satu, tetapi beberapa. Dengan adanya
pembagian kelompok, diharapkan setiapa kelompok mampu menentukan beberapa
solusi dari masalah yang dibahas. Solusi dapat juga dikatakan sebagai
kesimpulan hasil diskusi.
Pendekatan multiple intelligences
dalam strategi diskusi ini adalah ranah linguistik.Dengan demikian, sangat
dimungkinkan berkembang menuju ranah multiple
intelligences. Hal demikian ini, dapat terjadi bergantung pada prosedur
aktivitas yang dirancang oleh guru.
b) Strategi Mengajar dalam Pembelajaran Berbasis
Kecerdasan Logis-Matematis (Cerdas Angka)
Kecerdasan logis-matematis
adalah kemampuan seseorang dalam berhitung, mengukur dan mempertimbangkan
proposisi dan hipotesis, serta menyelesaikan operasi-operasi angka-angka.
(Munif Chatib, 2012: 86)
Munif Chatib dalam buku “Gurunya
Manusia”(2012:147-149) menjelaskan bahwa strategi action research adalah aktivitas pembelajaran yang meminta peserta
didik untuk membuat hipotesis terhadap materi terlebih dahulu. Hipotesis
tersebut kemudian dibuktikan dengan pengumpulan data, melakukan analisis dan
berakhir dengan kesimpulan. Adapun prosedur dari strategi action research, yaitu:
(a)
Hipotesis
Pada bagian ini,
peserta didik diminta untuk membuat pertanyaan-pertanyaan tentang hipotesis
suatu percobaan. Jika pertanyaan-pertanyaan itu terjawab, akan terjadi
pengungkapan sebuah masalah. Hipotesis ini mengajak para peserta didik untuk
”membuat prediksi” terlebih dahulu. Peserta didik akan masuk ke dalam
pengalaman nyata untuk menemukan “sebuah jawaban tentang pengetahuan baru”.
Dalam proses belajar pada cerita tadi, misalnya masalah yang ingin diungkap
adalah cara mengukur suhu. Masalah itu diungkapkan dengan pertanyaan-pertanyaan
hipotesis agar dapat melatih daya pikir kritis peserta didik. Papan hipotesis
adalah hal terpenting dari strategi ini. Tanpa diawali dengan hipotesis,
strategi action researchini akan
gagal.
(b)
Pengumpulan data
Pada tahap
inilah terjadi hal yang luar biasa. Peserta didik akan masuk langsung ke dalam
sebuah pengalaman yang menakjubkan dan mungkin kali pertama. Pada pengumpulan
data ini, dalam papan hipotesis tersebut akan banyak ungkapan: Wow, aha!, Ooo,
Yes, Lho Kok. Ungkapan-ungkapan tersebut sebenarnya merupakan hasil sebuah
penemuan yang mereka peroleh dari pengumpulan data tersebut.
(c)
Analisis
Tahap analsis
dilakukan dengan menganalisis data yang sudah terkumpul. Tahap ini biasanya
dilakukan dengan berdiskusi, memilah-milah, dan akhirnya tercapailah sebuah
kesimpulan. Tahap ini membutuhkan daya pikir analisis. Biasanya dalam diskusi
akan muncul pertanyaan-pertanyaann lanjutan: mengapa, bagaimana, jika, dan
lain-lain.
(d)
Kesimpulan
Kesimpulan
adalah hasil analisis. Kemampuan daya pikir sintesis sangat terasa dalam tahap
ini. Bagian ini sering disebut dengan frasa: Akhirnya, ternyata, sebenarnya,
dan lain-lain. Pada proses belajar ini, kesimpulan ditulis di papan tulis dan
dalam catatan semua peserta didik.
(e)
Tantangan
Pada tahap tantangan ini, sebenarnya dapat dikatakan menjadi tahap awal
kembali. Setiap dibuat kesimpulan, pasti akan ada pertanyaan-pertanyaan
pemantik rasa ingin tahu yang lain. Ini hal sehat dan menunjukkan keberhasilan
strategi action research.
Pendekatan multiple intelligences
dalam strategi action research ini
berada dalam ranah logis-matematis. Dengan demikian, sangat dimungkinkan
berkembang menuju ranah multiple
intelligences. ini dapat terjadi bergantung pada prosedur aktivitas yang
selanjutnya akan dirancang oleh guru.
c) Strategi Mengajar dalam Pembelajaran Berbasis
Kecerdasan Spasial-Visual (Cerdas Ruang dan Gambar)
Kecerdasan spasial visual adalah cara pandang
seseorang dalam proyeksi tertentu dan kapasitas untuk berpikir dalam tiga cara
dimensi. Kecerdasan ini memungkinkan seseorang untuk melakukan eksplorasi
imajinasi, misalnya memodifikasi bayangan suatu objek dengan melakukan
percobaan sederhana. (Munif Chatib, 2012: 88)
Munif Chatib dalam buku “Gurunya Manusia”(2012: 186) menjelaskan
bahwa strategi movie learning adalah
strategi pembelajaran yang mengaitkan konsep pembelajaran dengan tayangan film.
Tentunya, target pembelajaran terangkum dalam film tersebut. Strategi movie learning ini sangat berkesan sebab punya kekuatan emosi. Adapun prosedur
dari strategi movie learning, yaitu:
(a) Konsep
Konsep adalah materi
yang akan diajarkan kepada peserta didik, biasanya terdapat dalam indikator
hasil belajar.
(b) Film
Film yang diputar
dan menjadi solusi dari materi pembelajaran. Film akan diputar secara utuh atau
dipotong-potong, disesuaikan dengan waktu yang tersedia.
(c) Diskusi
Peserta didik
mendiskusikan isi film berkaitan dengan masalah yang sesuai dengan indikator
hasil belajar.
Pendekatan multiple
intelligences dalam strategi movie
learning merupakan ranah spasial-visual. Ranah
tersebut sangat mungkin untuk berkembang bergantung pada prosedur aktivitas
yang dirancang oleh guru.
d) Strategi Mengajar dalam Pembelajaran Berbasis
Kecerdasan Kinestesis (Cerdas Olah Tubuh-Jasmani)
Kecerdasan kinestesis
adalah kemampuan belajar seseorang lewat tindakan dan pengalaman melalui
praktik langsung. Jenis kecerdasan ini lebih senang berada di lingkungan tempat
dia bisa memahami sesuatu lewat pengalaman nyata. Kemampuan bergerak di sekitar
objek dan keterampilan-keterampilan fisik yang halus dan kemampuan mengolah
tubuh ke dalam bentuk gerakan tertentu merupakan pola dasar kecerdasan kinestesis.
(Munif Chatib, 2012: 90)
Munif Chatib dalam buku
Gurunya Manusia (2012: 166-168) menjelaskan bahwa strategi sosiodrama mempunyai poin-poin penting, yaitu:
(a) Pameran
Pameran dalam drama dimainkan oleh para peserta didik. Terkadang, tidak
semua peserta didik dapat berperan, mungkin hanya sebagian. Namun, peserta
didik yang tidak berperan dapat menjadi “penanya” atau “interuptor”. Akhirnya, dapat dikatakan bahwa sebenarnya semua
peserta didik dalam sebuah kelas akan kebagian peran, apakah sebagai pemeran
dalam drama atau sebagai penonton yang interaktif. Keterlibatan peserta didik
untuk memainkan drama dalam materi pembelajaran inilah yang akan membuat proses
pembelajaran masuk ke dalam memori jangka panjang peserta didik. Selain
tokoh-tokoh yang terdapat dalam materi belajar, pemeran host sangat penting. Fungsi host
ini sebagai pemutus cerita agar waktu yang digunakan tidak terlalu lama. Dengan
adanya host ini, guru dapat mengatur
waktu drama sesuai dengan waktu pembelajaran.
(b) Skenario atau naskah
Skenario yang digunakan berupa lembaran-lembaran naskah yang berisi kalimat
yang harus diucapkan oleh pemeran dalam drama. Terkadang, seorang pemeran bisa beberapa kali mendapatkan bagian di depan panggung. Pada
saat peserta didik membaca naskah, sebenarnya yang terjadi dalam proses
berpikirnya adalah pemahaman terhadap materi belajar yang luar biasa. Sangat
berbeda dengan pemahaman yang didapat dengan cara mendengar atau membaca biasa
saja.
Keterlibatan emosi peserta didik untuk berperan menjadi tokoh, secara
otomatis menyebabkan peserta didik mempunyai pemahaman materi yang kuat.
(c) List Skenario (daftar
skenario)
List skenario berupa urutan
dalam bentuk nomor urut yang mengatur jalannya sosiodrama sejak awal hingga
akhir. List skenario ini ditulis diatas kertas dan dipegang oleh guru
sebagai sutradara dan berfungsi juga sebagai pengatur waktu selama proses
belajar berlangsung sehingga waktu dapat diatur dengan tepat. Sebagian guru
menganggap strategi sosiodrama sulit dipraktikkan sebab membutuhkan waktu. Akan
tetapi, dengan adanya host dan list skenario, masalah waktu dapat diatasi.
(d)
Teaching aids
Teaching aids dalam
strategi sosiodrama dapat beragam; bisa berupa pakaian para tokoh, perangkat
yang mungkin digunakan dalam drama, atau gambar-gambar afirmasi (penegasan)
yang sesuai. Prinsip teaching aids tersebut sederhana serta tidak membutuhkan
biaya yang mahal; dan yang terpenting, menggunakan ‘imajinasi” peserta didik secara
optimal untuk menyempurnakan adegan drama. Misalnya, jika pemeran harus
menunggang kuda, gunakan kuda imajinasi berupa naik diatas kursi, lalu peserta
didik diminta meringkik seperti suara kuda dan berputar-putar berlari mirip
orang yang sedang menunggang kuda.
Dengan prinsip imajinasi, segalanya akan bisa dihadirkan dipanggung
drama. Teaching aids ini akan
menguatkan memori materi yang sedang dipelajari oleh peserta didik.
(e) Feedback (Pertanyaan
umpan balik)
Adapun puncak strategi pembelajaran sosiodrama adalah meminta umpan balik
atau feedback kepada peserta didik
tentang pelaksanaan sosiodrama dengan cara membuat beberapa pertanyaan tingkat
tinggi. Umpan balik sangat penting untuk mengikat pemahaman peserta didik, yang
akan menjadi indikator apakah materi yang disampaikan tuntas atau belum.
Pengalaman menunjukkan bahwa strategi sosiodrama sangat ampuh untuk mencapai
ketuntasan belajar yang terdapat dalam indikator hasil belajar pada silabus.
Pendekatan multiple intelligences dalam strategi sosiodrama ini adalah ranah kinestesis.
Ranah tersebut akan berkembang bergantung pada prosedur aktivitas yang
dirancang oleh guru.
e) Aktivitas Belajar dalam Pembelajaran Berbasis
Kecerdasan Musik (Cerdas Musik)
Kecerdasan musik adalah kemampuan seseorang yang
punya sensitivitas pada pola titi nada, melodi, ritme, dan nada. Musik tidak
hanya dipelajari secara auditori, tapi juga melibatkan semua fungsi
panca indra.(Munif Chatib, 2012: 92)
Dalam pembelajaran berbasis kecerdasan musik, seorang guru bisa
menggunakan dengan strategi diskografi.
(Muhammad Yaumi, 2012: 135) Dalam menerapkan pembelajaran dengan menggunakan strategi diskografi adalah
mengaitkan antara materi pelajaran dengan selingan lagu dan musik. Adapun dalam
prosedur strategi diskografi adalah:
(a) Guru menentukan topik pembahasan dan jenis lagu yang dinyanyikan secara
bersama-sama.
(b) Guru menjelaskan materi pembelajaran kemudian diikuti dengan nyanyian
yang diangkat sesuai dengan topik pembelajaran.
(c) Peserta didik dapat mengucapkan lafal-lafal kata tertentu disertai dengan
irama lagu yang dibarengi musik (jika diperlukan).
(d) Guru meminta peserta didik menyanyikan lagu yang terkait dengan materi
ajar tersebut untuk memberi penekanan dan dapat dilakukan sendiri-sendiri.
(e) Guru dapat mengukur sejauhmana materi inti yang disajikan dapat
dituangkan melalui lagu.
Dua Mata Saya
Dua Mata Saya
Hidung Saya Satu
Dua Kaki Saya
Pakai Sepatui Baru
Dua Tangan Saya
Yang Kiri dan Kanan
Satu Mulut Saya
Tidak Berhenti Makan
|
Pendekatan multiple intelligences
dalam strategi diskografi ini adalah ranah musik. Ranah tersebut akan berkembang bergantung pada prosedur aktivitas yang
dirancang oleh guru.
f) Strategi Mengajar dalam Pembelajaran Berbasis
Kecerdasan interpersonal (Cerdas Bergaul)
Kecerdasan interpersonal
adalah kemampuan memahami dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif.
Kecerdasan interpersonal memungkinkan kita bisa memahami dan berkomunikasi
dengan orang lain. Termasuk juga kemampuan membentuk, juga menjaga hubungan,
serta mengetahui berbagai peran yang terdapat dalam suatu kelompok. (Munif Chatib,
2012: 94)
Munif Chatib dalam buku “Gurunya Manusia”(2012: 187-188)
menjelaskan bahwa strategi environment
learning adalah strategi pembelajaran dengan mengunjungi suatu tempat yang
punya manajemen tertentu. Konsepnya adalah get
something, artinya peserta didik akan mendapatkan pengetahuan dan informasi
dari lingkungan yang dikunjungi. Adapun prosedur dari strategi environment learning, yaitu:
(a)
Lingkungan yang akan
dikunjungi
Lingkungan yang akan dikunjungi dapat disesuaikan
dengan silabus atau kompetensi dasar ataupun berdiri sendiri. Lingkungan
tersebut dapat dipilih sebab ada kebutuhan yang mendesak atau menjadi tempat
kunjungan yang memang penting.
(b)
Ruang Lingkup
Ruang lingkup yaitu pelayanan atau produk dari
lingkungan yang dikunjungi. Ruang lingkup inilah yang biasanya menjadi sumber
masalah sebab antara kenyataan dan target setiap pelayanan tidak akan sama.
(c)
Laporan
Laporan yaitu peserta didik menuliskan laporan
tentang kunjungan ke lingkungan pembelajaran. Laporan berisi hasil wawancara
daan identifikasi selama proses kunjungan, juga tentang solusi-solusi masalah
yang terjadi.
Pendekatan multiple intelligences dalam strategi environment learningini adalah ranah
interpersonal. Ranah tersebut akan berkembang bergantung pada prosedur
aktivitas yang dirancang oleh guru.
g) Strategi Mengajar dalam Pembelajaran Berbasis
Kecerdasan Intrapersonal (Cerdas Diri)
Munif Chatib
(2012: 97) menjelaskan bahwa kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan
membuat persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuan
semacam itu dalam merencanakan dan mengarahkan kehidupan seseorang. Anak
belajar melalui perasaan, nilai-nilai, dan sikap.
Dalam pembelajaran berbasis kecerdasan intrapersonal, salah satu
aktivitas pembelajarannya adalah dengan menggunakan strategi tugas mandiri.
Strategi tugas mandiri adalah belajar yang diarahkan atau dilakukan sendiri (self-directed learning) dengan menyusun
tujuan dan batas waktu, mengorganisasi pekerjaan sendiri, mengevaluasi
penggunaan waktu, dan mengevaluasi pekerjaan sebagai peserta didik. Istilah
belajar mandiri juga disebut studi mandiri yang berbentuk pelaksanaan tugas
membaca atau meneliti yang dilakukan oleh peserta didik tanpa bimbingan atau
pengajaran khusus (Muhammad Yaumi, 2012: 179-182)
Adapun prosedur dari strategi tugas mandiri, yaitu:
(a) Guru menyediakan materi atau tugas-tugas pembelajaran, tujuan yang hendak
dicapai setelah menyelesaikan pekerjaan tersebut, dan jenis penilaian yang
dilakukan untuk mengukur pencapaian hasil yang diperoleh peserta didik.
(b) Guru membacakan atau memperlihatkan di layar atau papan tulis seluruh
jenis tugas pembelajaran yang hendak diselesaikan dengan peserta didik untuk
memilih tugas tersebut.
(c) Guru menjelaskan kembali tujuan yang hendak dicapai untuk masing-masing
tugas dan batas waktu untuk menyelesaikannya.
(d) Peserta didik melaksanakan tugas tersebut sesuai ketentuan yang telah
disepakati (jika dilaksanakan di ruang kelas, guru dapat memonitori, tetapi
jika dilakukan di rumah, guru memberikan tekhnik pelaksanaan secara tertulis).
(e) Peserta didik mengoreksi sendiri hasil pekerjaan tersebut sebelum
memperlihatkan kepada teman sebaya untuk mengetahui jika terjadi kesalahan
penulisan, penempatan, atau berbagai jenis kesalahan lainnya.
(f) Peserta didik meminta teman sebaya untuk mengedit atau mengoreksi
berbagai kesalahan yang telah dilakukan. Hasil koreksi tersebut dicatat
kemudian dilakukan revisi.
(g) Peserta didik menyerahkan tugas yang telah dilakukan untuk mendapatkan
penilaian dari guru (tugas tersebut diserahkan sebelum batas waktu yang telah
ditentukan)
(h) Guru memberikan koreksi, penilaian, dan mengembalikan pekerjaan tersebut
kepada peserta didik (jika pekerjaan tersebut belum memenuhi standar yang
berlaku, guru dapat memberikan kesempatan untuk memperbaiki dan menentukan
batas waktu untuk menyelesaikannya).
Pendekatan multiple intelligences
dalam strategi tugas mandiriini adalah ranah Intrapersonal. Ranah
tersebut akan berkembang bergantung pada prosedur aktivitas yang dirancang oleh
guru.
h) Strategi Mengajar dalam Pembelajaran Berbasis
Kecerdasan Naturalis (Cerdas Alam)
Kecerdasan naturalis
adalah jenis kecerdasan seseorang yang erat berhubungan dengan lingkungan,
flora dan fauna, yang tidak hanya menyenangi alam untuk dinikmati keindahannya.
Akan tetapi, sekaligus juga punya kepedulian untuk kelestarian alam tersebut. (Munif Chatib,
2012: 99)
Munif Chatib dalam buku “Gurunya Manusia”(2012: 184-185)
menjelaskan bahwa strategi applied
learning adalah strategi pembelajaran yang mengaitkan konsep pembelajaran
dengan manfaaatnya untuk kebutuhan sehari-hari. Materi tidak dibiarkan menjadi
bentuk abstrak, akan tetapi dapat langsung dipraktikkan dalam kehidupan
sehari-hari. Adapun prosedur dari strategi applied
learning, yaitu:
(a) Konsep
Konsep yaitu materi yang akan diajarkan kepada peserta didik, biasanya
terdapat dalam indikator hasil belajar.
(b) Aplikasi nyata
Konsep tersebut sebisa mungkin dibawa ke dunia nyata sehingga dapat
diaplikasikan sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Pendekatan multiple intelligences dalam strategi applied learning ini adalah ranah naturalis.
Ranah tersebut akan berkembang bergantung pada prosedur aktivitas yang
dirancang oleh guru.
i)
Aktivitas Belajar dalam
Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Eksistensialis (Cerdas Spiritual)
Kecerdasan eksistensialis
atau cerdas spriritual adalah kesiapan manusia dalam menghadapi kematian. (Munif Chatib,
2012: 101)Dalam pembelajaran berbasis kecerdasan eksistensialis, salah
satu aktivitas pembelajarannya adalah dengan menggunakan strategi charity event.
Menurut Muhammad Yaumi
(2012: 241-245) menjelaskan bahwa strategi charity
event atau panggung beramal adalah salah satu bentuk kegiatan yang biasa
dilakukan peserta didik di luar jam pelajaran. Kegiatan ini dilakukan untuk
membantu individu, golongan, atau kelompok sosial masyarakat tertentu yang
sedang ditimpa musibah atau sedang membutuhkan bantuan. Dengan ikhlas beramal
itu diharapkan dapat mengatasi segala masalah yang dihadapi oleh orang
tersebut.
Adapun prosedur dari
strategi charity event, yaitu:
(a) Guru menentukan jenis materi pembelajaran yang dapat ditetapkan dengan
aktivitas panggung beramal.
(b) Guru dan peserta didik mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
panggung beramal termasuk bahan, alat, dan penyebarluasan informasi (jika
aktivitas tersebut melibatkan masyarakat)
(c) (Kalau panggung beramal berupa pasar kaget) semua jenis pakaian, perabot
rumah (furniture) bekas, dan segala
jenis kebutuhan masyarakat yang dijual berasal dari sumbangan orang tua murid
atau orang-orang kaya yang siap mendermakan hartanya yang diterima dan
dikoordinir sebelum pelaksanaan. Disamping itu, dapat juga dirancang dalam
bentuk bazar yang melibatkan masyarakat umum.
(d) Peserta didik bersama guru melaksanakan aktivitas dengan memperhatikan
pokok bahasan dan sub pokok bahasan (sebaiknya dipersiapkan instrumen
pengamatan yang terkait dengan jual beli dan keikhlasan beramal sebagai panduan
dasar dalam menilai aktivitas peserta didik).
(e) Keuntungan yang diperoleh dari penjualan barang bekas dan penjualan
bazar, kemudian dihitung bersama oleh peserta didik dihadapan para guru.
(f) Barang-barang bekas yang belum terjual dapat disumbangkan langsung kepada
yang berhak menerimanya oleh peserta didik yang dikoordinir oleh sekolah.
(g) Guru-guru dapat melaksanakan kegiatan bersama untuk mata pelajaran yang
berbeda (misalnya mata pelajaran matematika dapat menerapkan operasi bilangan,
bahasa Indonesia dapat membangung dialog dan mengarang, IPS dapat melihat jual
beli dan mengenal pasar dan sebagainya)
(h) Peserta didik dapat mengungkap hakekat dari pekerjaan itu dan mengangkat
nilai yang terkandung di dalamnya.
Pendekatan multiple intelligences dalam strategi charity event ini adalah ranah eksistensialis.
Ranah tersebut akan berkembang bergantung pada prosedur aktivitas yang
dirancang oleh guru.
Berdasarkan beberapa
strategi mengajar dalam pembelajaran berbasis multiple intelligences di atas tadi. Maka
peneliti dapat menyimpulkan bahwa, jenis-jenis
strategi mengajar yang ada dalam pembelajaran berbasis multiple intelligences diatas tersebut merupakan suatu cara seorang
guru dalam menyampaikan materi pelajaran terhadap peserta didik dengan
aktivitas pembelajaran yang menyenangkan
tanpa meninggalkan ketiga ranah dalam pembelajaran yang ada pada peserta didik,
yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
3) Produk
Tahap ketiga
adalah strategi mengajar yang akan menghasilkan produk nyata dari hasil
pembelajaran. Tidak hanya menghasilkan nilai berupa angka di atas kertas, yang
kemudian beberapa hari kemudian kertas-kertas tersebut sudah hilang entah
kemana.
Hasil proses
belajar biasanya hanya ditunjukkan oleh nilai ulangan harian setiap bab dalam
bidang studi. Kebiasaan yang dilakukan terus-menerus ini menyebabkan terpangkasnya
kreativitas peserta didik. Setiap bab dalam bermacam bidang studi tidak pernah
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga gagal memunculkan kreativitas
berpikir dan kemampuan (kompetensi)
membuat produk. Semestinya, misi pendidikan yang menerapkan kurikulum adalah
menempa para peserta didiknya untuk “bisa apa” tidak hanya sebatas “tahu apa”.
Dalam era
globalisasi yang sangat kompetitif saat ini, kompetensi seseorang untuk membuat
produk yang inovatif-kreatif dan mampu menyelesaikan masalah adalah skill yang
sangat dibutuhkan. Dunia sekolah tidak pernah memberikan pembelajaran dan
pelatihan yang dapat menunjang para peserta didik untuk secara kreatif membuat
produk. Akibatnya, peserta didik menganggap sekolah adalah tempat yang”mencekoki”
informasi sepihak selama bertahun-tahun. Sekolah jarang sekali menjadi ajang
untuk kreativitas para peserta didiknya. Sekolah tidak pernah menjadi tempat
bagi setiap peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi mereka untuk
berkarya dalam bidang apapun yang mereka minati. Padahal, kebiasaan untuk
penyaluran potensi diri ini akan menjadi faktor utama yang mendukung eksistensi
setiap peserta didik dikala harus menghadapi kehidupan bermasyarakat di masa
depan.
Contoh seperti
halnya sekolah-sekolah, yang begitu banyak kekuatan produk yang dihasilkan oleh
para peserta didiknya. Contohnya: Sekolah SMKN 2 Surakarta yang menghasilkan
produk berupa mobil Esemka yang kemudian menjadi mobil dinas dan dipromosikan
oleh Ir. Joko Widodo, Wali Kota Solo yang kini tengah menjabat sebagai Gubernur
DKI Jakarta.
Munif Chatib
dalam buku “Sekolahnya Manusia” (2012: 146-147) menjelaskan bahwa produk
hasil belajar merupakan hasil belajar yang melahirkan karya baru yang berkaitan
dengan materi pembelajaran. Adapun yang termasuk dari produk hasil belajar,
yaitu:a) Benda/karya intelektual yang dapat ditampilkan; b) Penampilan; dan c) Proyek
edukasi.
Di bawah ini merupakan penjelasan dari
produk hasil belajar
a)
Benda/karya intelektual
Benda/karya
intelektual adalah karya-karya kreativitas peserta didik yang dapat ditampilkan
dan punya manfaat langsung. Adapun jenis dan contohnya, diantaranya yaitu:
majalah sekolah, buku harian sekolah dalam bahasa inggris, buku profil teman
atau guru, fotografi, rekaman video event-event
sekolah, koleksi, patung, buku tempel (scrapbook),
lukisan, busana, makanan, dan novel atau cerpen.
b)
Penampilan
Penampilan
adalah karya yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan
kemampuannya di depan publik. Adapun jenis dan contohnya, diantaranya yaitu:
grup musik, mini drama, kesenian khas daerah, dan prediksi ilmuwan.
c)
Proyek edukasi
Proyek edukasi
adalah sebuah proyek yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pengetahuan
peserta didik yang diawali dengan pencarian masalah, perencanaan, pelaksanaan,
pelaporan hasil dan evaluasi. Adapun jenis dan contohnya, diantaranya yaitu:
proyek kotaku bebas buta huruf, proyek penelitian penyakit demam berdarah,
proyek bantuan bencana alam, proyek penelitian situs bersejarah, proyek solusi
kemacetan kota, dan proyek pameran pendidikan, budaya dan industri.
Dalam sebuah
seminarnya, Seminar Studium General Fakultas Tarbiyah di IAIN Syekh Nurjati
Cirebon tepatnya pada tanggal 8 Oktober 2012 dengan tema : Mewujudkan Gurunya Manusia,
Munif Chatib, Pakar Multiple
Intelligences di Indonesia dan penulis berbagai buku tentang Multiple Intelligences (Sekolahnya
Manusia, Gurunya Manusia, Orangtuanya Manusia dan Sekolah Anak-anak Juara)
menjelaskan bahwa produk hasil belajar peserta didik bisa dilihat dalam sebuah
pameran sekolah yang dengan sengaja diadakan oleh para wali kelas, pada saat
guru akan mengadakan pembagian rapot atau dilakukan pada saat kenaikan kelas
peserta didik.
4) Benefit
Arti dari
benefit adalah daya manfaat ketika produk-produk yang berhasil dibuat para
peserta didik dapat bermanfaat.
Ada beberapa
asas manfaat, yaitu: Yang Pertama,
produk tersebut bermanfaat dengan dipamerkan kepada banyak orang. Contohnya, pameran
produk pada saat penerimaan rapot enam bulanan (semester) atau tahunan. Kedua, Produk tersebut bermanfaat untuk
sebagian orang. Contohnya adalah ada seorang peserta didik TK-A membuat tempat
bolpoin dari gelas kaca yang dilukis dengan jari mungilnya, lalu menghadiahkan
kepada ayahnya agar dipakai di meja kerja di kantor. Dan yang Ketiga, Produk tersebut bermanfaat bagi
banyak orang, bahkan ada akibat duplikasi. Contohnya adalah pembuatan laptop
rakitan oleh peserta didik dari SMK.
Adapun benefit
atau manfaat dengan adanya pembelajaran berbasis multiple intelligences adalah:
a)
Bagi guru, manfaat yang dapat diperoleh dalam
pembelajaran berbasis multiple
intelligences adalah memiliki special
moment dan strategi –strategi mengajar yang bisa terkumpul dalam kumpulan
sebuah lesson plan atau biasa disebut
dengan RPP. Dalam pembelajaran berbasis multiple
intelligences ini, guru memberdayakan seluruh potensi kecerdasan yang
dimiliki oleh peserta didik dengan baik. Guru dapat memantau perkembangan
peserta didik dan membantu mengembangkannya. Kemudian, guru juga dapat
mengetahui kecenderungan kecerdasan peserta didik. Dan dalam pembelajarannya
akan tercipta suasana yang menyenangkan, karena ilmu masuk ke otak peserta didik tanpa disadari.
b)
Bagi peserta didik, manfaat yang dapat diperoleh
dalam pembelajaran berbasis multiple
intelligences adalah berupa life
skill, karena peserta didik dalam kegiatan belajarnya, guru selalu menggali
potensi multiple intelligences nya
oleh guru berdasarkan kecerdasan dominannya yang sudah terlihat sebelumnya
dalam sebuah tes yang bernama MIR.
Peserta didik senang dan lebih berkembang kreativitasnya.
c)
Orangtua merasa senang karena anaknya diistimewakan.
Peneliti
berkesimpulan bahwa pada tahapan yang kedua adalah tahapan pada proses
pembelajaran, dimana nantinya gaya mengajar gurunya harus sama dengan gaya
belajar peserta
didiknya. Disinilah letak
keampuhan strategi multiple intelligencesyang
jumlahnya beragam. Jika dalam kelas terdapat anak yang slow learner, maka guru menggunakan pendekatan individual. Guru
harus menjadi katalisator dan fasilitator. Ujung dari proses belajar adalah semua
peserta didik diharapkan mampu membuat produk-produk yang luar biasa.
c. Tahap Out Put
(TeknikAuthentic Assessment)
Pada tahap output merupakan tahap terakhir dari
tiga tahap penting pembelajaran multiple
intelligences di sekolah. Pada Output,
adalah proses penilaian dari proses pembelajaran.Dalam pembelajaran berbasis multiple intelligences ini, maka
penilaiannya yaitu dengan menggunakan penilaian autentik. Penilaian autentik adalah sebuah penilaian terhadap sosok
utuh seorang peserta didik yang bukan diukur dari segi kognitifnya saja
melainkan juga diukur dari segi afektif dan psikomotorik peserta didik.
Pembelajaran
berbasis multiple intelligences dalam penilaiannya adalah bahwa: Setiap
aktivitas peserta didik dinilai tiga ranah, yaitu kognitif, psikomotorik, dan
afektif. Soal-soal tesnya sangat manusiawi dan banyak dengan menggunakan metode
open book. Karena sejatinya soal yang
berkualitas adalah soal yang bisa dijawab oleh peserta didiknya.Paradigma yang
paling mendasar dari konsep pembelajaran berbasis multiple intelligences ini adalah perubahan konsep tentang makna
kecerdasan secara mendasar yang berbeda sama sekali dengan konsep-konsep
sebelumnya. Bahwa kecerdasan seseorang tidak dibatasi pada tes formal (tes IQ, EQ dan sejenisnya), setiap peserta
didik adalah juara dengan cara yang berbeda. Setiap peserta didik akan
diperlakukan secara spesifik berdasarkan ragam kecerdasan dan gaya belajarnya,
sehingga memungkinkan tercapainya tujuan pembelajaran dengan baik.
Penilaian dalam
pembelajaran berbasis multiple
intelligences dilakukan dengan penilaian Autentik. Penilaian Autentik
adalahpenilaian yang pada dasarnya memotret tiga ranah kemampuan peserta didik,
yaitu: yaitu ranah afektif, ranah psikomotorik dan ranah kognitif. Penilaian
autentik menganut konsep Ipsative, yaitu perkembangan hasil belajar
peserta didik yang diukur dari perkembangan peserta didik itu sendiri sebelum
dan sesudah mendapatkan materi pembelajaran. Perkembangan peserta didik yang
satu tidak boleh dibandingkan dengan peserta didik yang lain. Oleh karena itu,
penilaian autentik tidak mengenal ranking. Dengan ranking, hanya eksistensi
peserta didik tertentu saja yang dihargai, sedangkan yang lainnya tidak
mendapat perhatian dari guru.
Setiyo Iswoyo
seorang pemateri dalam pelatihan multiple
intelligences intermediate pada tanggal 19 Oktober 2012 yakni mengemukakan
bahwa dalam pembelajaran berbasis multiple
intelligences ini adalah tidak mengenal adanya sistem peringkat atau
rangking, karena dalam penerapan pembelajaran berbasis multiple intelligences adalah guru menganggap semua anak adalah
juara. Dan Jikalau guru terpaksa ingin membuat sebuah peringkat untuk anak,
maka semua peringkat harus ada pada diri peserta didik. Dengan cara
mengkategorisasi bidang, misalnya: kategori peserta didik dalam bidang
disiplin, kategori peserta didik dalam bidang kebersihan, kategori peserta
didik dalam bidang kerapihan, dan lain sebagainya tergantung gurunya.
1) Metode Penilaian Autentik
Metode penilaian
autentik sangat berkaitan dengan aktivitas pembelajaran. Semakin banyak
aktivitas pembelajaran mampu dinilai dalam portofolio, semakin baik pula hasil
pembelajaran tersebut.
Hal-hal mendasar
yang perlu diperhatikan dalam metode penilaian autentik adalah: a) dalam
penilaian autentik, kemajuan peserta didik dilihat dari kompetensi peserta
didik tersebut dalam menerima pembelajaran. Kompetensi peserta didik dapat
dilihat dari keseluruhan proses pembelajaran; b) pada saat sebuah proses
pembelajaran berlangsung, saat itulah waktu yang sangat pas untuk mengambil
penilaian. Dengan demikian, pada saat selesai mengajar, guru tersebut sudah
mendapatkan nilai dari proses pengajaran. Penilaian dilakukan pada proses
pembelajaran, bukan akhir pembelajaran; c) dengan paradigma baru ini, penilaian peserta didik dilakukan
setelah proses pembelajaran sehari-harinya. Pada saat sebuah sistem sekolah
ingin mengetahui bagaimana penilaian peserta didik pada tiga bulan, enam bulan,
atau satu tahun pembelajaran, maka dipakai metode average (rata-rata) dari kompetensi yang terangkum dalam
portofolio; d) model pelaporan menggunakan penilaian autentik dapat dilakukan
sewaktu-waktu, tidak harus menunggu tiga bulan, enam bulan, atau satu tahun.
2) Alat Penilaian Autentik
a) Penilaian Kognitif
Kompetensi ranah
kognitif meliputi tingkatan menghafal, memahami, mengaplikasikan, menganalisis,
menyintesis, dan mengevaluasi. Adapun alat penilaian kognitif, diantaranya
yaitu:
Pertama,
tes lisan. Tes lisan tersebut berupa pertanyaan lisan yang digunakan untuk
mengetahui daya serap peserta didik terhadap masalah yang berkaitan dengan
kognitf.
Kedua,
tes tertulis. Tes tertulis dilakukan untuk mengungkap penguasaan peserta didik
dalam aspek kognitif mulai dari jenjang pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis, sampai evaluasi. Bentuknya dapat berupa isian singkat,
menjodohkan, pilihan ganda, uraian objektif, uraian non objektif, hubungan
sebab akibat, hubungan konteks, klasifikasi atau kombinasinya.
Skala penilaian
dari ranah kognitif yang berupa tes lisan dan tes tertulis bergantung pada
subjektivitas guru. Adapun indikator skala penilaian dalam ranah kognitif,
meliputi:
Pertama,
indikator skala penilaian tes lisan yaitu: salah dan benarnya jawaban peserta
didik; kualitas jawaban peserta didik, termasuk alasan apabila peserta didik
menjawab benar atau salah.
Kedua,
indikator skala penilaian tes tertulis yaitu: perbandingan antara jumlah soal
yang benar dan jumlah soal.; kualitas jawaban peserta didik dalam menjawab
pertanyaan esai.
b) Penilaian Psikomotorik
Kompetensi ranah
psikomotorik meliputi kompetensi yang dapat diraih dengan aktivitas
pembelajaran bukan tes, melainkan sebuah aktivitas yang memerlukan gerak tubuh
atau perbuatan, kinerja (performance),
imajinasi, kreativitas, dan karya-karya intelektual.
Adapun alat
penilaian dalam ranah psikomotorik ini, yaitu:
(1)
Tes kertas dan pensil
Walaupun bentuk
aktivitasnya seperti tes tertulis, yang menjadi sasarannya adalah kemampuan peserta
didik dalam menampilkan karya, misal berupa desain alat, desain grafis, dan
karya sastra.
(2)
Tes Identifikasi
Tes ini
ditujukan untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi
sesuatu, misalnya kemampuan peserta didik menemukan unsur-unsur yang terkandung
dalam sampah, atau kemampuan peserta didik menemukan dan membagi kelompok
masyarakat berdasarkan pemahamannya terhadap pendidikan.
(3)
Tes Simulasi
Tes simulasi
merupakan aktivitas yang mencontoh sebuah manajemen yang real untuk
disimulasikan dalam kelas dengan batasan aturan-aturan yang berlaku sebenarnya.
Alat peraga yang dipakai berupa alat tiruan atau imajinatif.
(4) Tes work-sample and project
Tes work-sample and project adalah penilaian
yang dilakukan kepada peserta didik untuk menunjukkan apakah peserta didik
mampu menggunakan alat sesungguhnya dalam hubungannya dengan materi pendidikan.
Contoh: apakah peserta didik mampu melakukan pengamatan dengan mikroskop,
menggunakan aplikasi komputer, mengoperasikan sebuah mesin kerja. Sedangkan proyek
adalah kemampuan peserta didik untuk membuat atau membangun sesuatu: membuat
peta relief, dan lain-lain.
Adapun skala
penilaian ranah psikomotorik yaitu: penentuan rubrik penilaian, penentuan angka
skala penilaian, dan pencataatan hasil aktivitas. Sedangkan contoh portofolio
psikomotorik terdapat dalam lampiran tesis ini.
c) Penilaian Afektif
Kompetensi ranah
afektif meliputi peningkatan pemberian respons, sikap, apresiasi, penilaian,
minat dan internalisasi. Penilaian afektif terutama bertujuan untuk mengetahui
karakter peserta didik dalam proses pembelajaran dan hasil dari pembelajaran
dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
(1)
Penilaian afektif pada saat proses belajar
berlangsung.
(2)
Penilaian afektif di luar proses belajar didalam
sekolah.
(3)
Penilaian afektif di luar sekolah atau di rumah.
Setiyo Iswoyo dalam
pelatihan multiple intelligences
intermediate pada tanggal 19 Oktober 2012 menjelaskan bahwa dalam penilaian
afektif, tidak mungkin semua peserta didik dinilai satu-satu. Namun, agar mudah
menilainya, di dalam satu ruangan kelas, maka seorang guru dapat melakukan
penilaian pada ranah afektif ini, yaitu dengan melihat peserta didik yang melanggar
sebuah peraturan yang telah di tetapkan sebelumnya.
B. Standar Keberhasilan dalam Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences
Keberhasilan pelaksanaan
pembelajaran berbasis multiple
intelligencesini dipengaruhi oleh seberapa jauh pembelajaran tersebut
direncanakan sesuai dengan kondisi dan potensi peserta didik (minat, bakat,
kebutuhan dan kemampuan).
Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar yang harus dikuasai peserta didik sudah tertulis dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan pada setiap mata pelajaran yang terpisah satu
dengan yang lainnya. karena pembelajaran yang baik dan efektif adalah yang
mampu memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik secara adil dan merata
(tidak diskriminatif), sehingga mereka dapat mengembangkan potensinya secara
optimal. (E. Mulyasa, 210: 28)
Munif Chatib dalam
sebuah seminarnya, Seminar Studium General
Fakultas Tarbiyah di IAIN Syekh Nurjati Cirebon tepatnya pada tanggal 8 Oktober
2012 dengan tema : Mewujudkan Gurunya
Manusia, Munif Chatib, Pakar Multiple Intelligences di Indonesia dan
penulis berbagai buku tentang Multiple
Intelligences (Sekolahnya Manusia, Gurunya Manusia, Orangtuanya Manusia
dan Sekolah Anak-anak Juara) menjelaskan banyak materi tentang multiple intelligences.Ketika sampai
pada sesi pertanyaan dalam seminar tersebut, peneliti sempat mengajukan
beberapa pertanyaan. Salah satu yang menjadi pertanyaan bagi peneliti adalah
“Bagaimana standar keberhasilan dalam pembelajaran berbasis multiple intelligences?”
Munif Chatib menjawab: “Standar keberhasilan
pembelajaran berbasis multiple
intelligences
adalah
ketika semua indikator hasil belajar peserta didik tersebut tuntas. Dan
ketuntasan itu dibuktikan dengan penilaian Autentik. Penilaian Autentik adalah penilaian
yang pada dasarnya memotret tiga ranah kemampuan peserta didik, yaitu: Yang
Pertama, ranah Afektif (Pola Sikap). Kedua, ranah Psikomotorik (Pola Tindak).
Kemudian yang Ketiga, adalah ranah Kognitif (Pola Fikir).
Akhirnya peneliti dapat memberikan sebuah kesimpulan
bahwa pembelajaran berbasis multiple intelligences merupakan suatu
proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru terhadap peserta
didik yang dalam proses kegiatan belajar mengajar tersebut guru mengubah
paradigma dengan menganggap bahwa tidak ada peserta didik yang bodoh, sebab
setiap anak pasti memiliki minimal satu kelebihan. Dalam hal ini, istilahnya
tidak ada produk yang gagal karena setiap peserta didik cenderung memiliki
potensi kecerdasan dan kecerdasan tersebut bersifat jamak. Dalam pembelajaran
berbasis multiple intelligences ini,
semua peserta didik diperlakukan istimewa oleh sang guru. Dalam mengajar pun,
sang guru mengikuti gaya belajar peserta didik. Karena gaya mengajar guru sama
dengan gaya belajar peserta didiknya. Adapun kaitannya dalam hal ini, sungguh
pembelajaran berbasis multiple
intelligences ini bertolak belakang sekali dengan sistem pembelajaran yang
ada dalam budaya pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia, masih banyak
guru yang mengagung-agungkan dengan melihat peserta didik dari aspek
kognitifnya saja. Sedangkan aspek afektif dan psikomotor menjadi aspek yang
kesekian kali setelah aspek kognitif.
0 comments:
Post a Comment