Thursday, May 30, 2013

Resensi "SEKOLAHNYA MANUSIA: SEKOLAH BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES DI INDONESIA"


DATA BUKU:

Judul                : Sekolahnya Manusia
No. ISBN        : 978-979-1284-28-8
Penulis              : Munif Chatib
Penerbit            : Kaifa
Tanggal terbit    : Februari 2012
Jumlah Hlm.      : 188
Harga Buku      : Rp. 42.000

SEKOLAHNYA MANUSIA:
SEKOLAH BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES DI INDONESIA

Oleh: Uswatun Hasanah, M.Pd.I.*

           
Sekolahnya Manusia adalah buku karya Munif Chatib yang pertama. Dalam buku ini Munif Chatib mencoba berbagi tentang bagaimana pengalamannya membangun sekolah yang awalnya tidak mempunyai kepercayaan dari masyarakat, lalu berubah menjadi sekolah yang unggul dalam arti sebenarnya. Membaca Sekolahnya Manusia seperti mengajak kita kembali ke desain sekolah yang manusiawi. Sekolah yang mengandalkan ‘the best process’ bukan ‘the best input”. Sekolahnya Manusia menerapkan konsep Multiple Intelligences, yang awalnya adalah sebuah teori kecerdasan kemudian diaplikasikan ke dalam dunia kelas atau sekolah.
Munif Chatib dalam mengemukakan konsep multiple intelligences tersebut berawal dari adanya teori Howard Gardner, sebagai pencetus dari multiple intelligences. Selain itu, Thomas Amstrong pun ikut mendukung Munif dalam melakukan penerapan multiple intelligences, agar bisa diterapkan dalam pendidikan di Indonesia.
Munif Chatib dalam pembelajaran berbasis multiple intelligences nya dengan melakukan 3 kegiatan penting, yakni meliputi: 1) Tahap Input, biasa dilakukan dengan melakukan MIR (Multiple Intelligences Research); 2) Tahap proses, Munif membaginya menjadi 4 tahap yaitu (Brain, Strategi Mengajar, Produk, dan Benefit); dan 3) Output, pada tahap ini dilakukan penilaian Autentik.
Pada tahap Input ini, Munif Chatib menggunakan Multiple Intelligences Research (MIR) dalam penerimaan peserta didik barunya. Proses penerimaan tersebut dilakukan dengan menggunakan sistem kuota artinya apabila sekolah ini berkapasitas 100 peserta didik dalam penerimaan peserta didik barunya, maka ketika pendaftar telah mencapai 100 peserta didik, pendaftaran akan ditutup. Jadi sekolah ini tidak menerapkan tes seleksi masuk dalam Penerimaan Peserta didik Baru. Kemudian peserta didik baru yang telah diterima akan mengikuti proses (MIR). MIR adalah semacam alat riset psikologis yang mengeluarkan deskripsi kecenderungan kecerdasan majemuk anak dan gaya belajarnya. Dan dari analisis terhadap kecenderungan kecerdasan tersebut, dapat disimpulkan gaya belajar terbaik seseorang. (MIR) bukanlah alat tes seleksi masuk sekolah, melainkan sebuah riset yang ditujukan kepada peserta didik dan orangtuanya untuk mengetahui kecenderungan kecerdasan peserta didik yang paling menonjol dan berpengaruh. Data (MIR) ini bertujuan untuk pengetahuan guru dalam mengetahui gaya belajar masing-masing peserta didiknya. Selain itu, dari hasil (MIR) tersebut, guru akan masuk ke dunia peserta didik sehingga peserta didik merasa nyaman dan tidak berhadapan dengan resiko kegagalan dalam proses belajar.
Pada tahapan yang kedua, adalah tahapan pada proses pembelajaran, dimana nantinya gaya mengajar gurunya harus sama dengan gaya belajar peserta didiknya. Pada tahapan yang kedua adalah tahapan pada proses pembelajaran, dimana nantinya gaya mengajar gurunya harus sama dengan gaya belajar peserta didiknya. Pola kerja sama yang harus diketahui oleh guru adalah proses pembelajaran yang bersifat dua arah pada hakikatnya adalah dua proses yang berbeda: proses pertama, guru mengajar atau memberikan presentasi, dan proses kedua yaitu peserta didik belajar atau peserta didik beraktivitas.
Pada tahap output merupakan tahap terakhir dari tiga tahap penting pembelajaran multiple intelligences di sekolah. Pada Output, adalah proses penilaian dari proses pembelajaran. Dalam pembelajaran berbasis multiple intelligences ini, maka penilaiannya yaitu dengan menggunakan penilaian autentik. Penilaian autentik adalah sebuah penilaian terhadap sosok utuh seorang peserta didik yang bukan diukur dari segi kognitifnya saja melainkan juga diukur dari segi afektif dan psikomotorik peserta didik.
Jadi, Janganlah menyekolahkan anak di sekolahnya robot, yaitu sekolah yang hanya membentuk anak-anak kita menjadi robot hidup dan tak punya kepedulian. Orangtua harus punya bekal pengetahuan yang benar tentang kriteria sekolah baik untuk anaknya. Jangan sampai terkecoh dengan label sekolah favorit atau fasilitas yang mewah. Sekolahkan lah anak di sekolahnya manusia, sekolah yang tidak membunuh kecerdasan yang ada pada anak.

0 comments: