Thursday, May 30, 2013

My Tesis "Chapter One"


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu kunci kemajuan, semakin baik kualitas pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu bangsa, maka akan diikuti dengan semakin baiknya kualitas bangsa tersebut. Di Indonesia pendidikan sangat diutamakan, karena pendidikan memiliki peranan yang sangat penting terhadap terwujudnya peradaban bangsa yang bermartabat. Begitu pentingnya pendidikan, sehingga tujuan pendidikan telah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, yakni Nomor 20 tahun 2003 pasal 3:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartarbat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003: 9)
Didalam pendidikan, tentu adanya sebuah interaksi edukatif yakni terjadinya proses kegiatan belajar mengajar antara seorang guru dan peserta didik. Proses belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas tentu tak lepas dari adanya peran seorang guru, dimana peran guru tidak dapat diganti oleh piranti elektronik semodern apapun. Hal demikian tersebut, disebabkan bahwa dalam proses belajar mengajar di kelas, yang diharapkan adalah bukan hanya menyampaikan bahan belajar, melainkan guru tersebut memiliki peranan sebagai pembimbing, pendidik, mediator, dan fasilitator.
Selain itu, karena urgennya sistem pembelajaran dalam meningkatkan kemajuan peserta didik di dalam suatu lembaga pendidikan. Mohamad Surya (2004:7) mengemukakan bahwa dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung secara efektif. Apakah pembelajaran itu?
Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami peserta didik.
Dalam melaksanakan pembelajaran, agar tercapai suatu hasil yang lebih optimal, maka ada yang perlu diperhatikan beberapa prinsip pembelajaran. Salahsatu dari prinsip pembelajaran adalah menarik perhatian (gaining attention) yaitu hal yang menimbulkan minat peserta didik dengan mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi atau kompleks.
Penulis dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran berbasis multiple intelligences adalah suatu pembelajaran yang dilakukan oleh para pendidik dengan cara memperlakukan semua peserta didik dengan perlakuan yang sama dan istimewa. Tidak ada peserta didik yang bodoh dan semua peserta didiknya merasakan semua pelajaran yang diajarkan mudah dan menarik. Hal ini dikarenakan bahwa semua peserta didik memiliki kecerdasan, dan kecerdasan tersebut bukan bersifat tunggal, artinya seseorang cenderung memiliki potensi kecerdasan. Dalam hal ini Munif Chatib mengemukakan suatu konsep multiple intelligences dengan merujuk pada sebuah teori dari ahli psikologi yang bernama Howard Gardner.
Adapun kenyataan di lapangan yang terjadi pada lembaga pendidikan di Indonesia adalah bahwa sebagian besar di Indonesia terdapat lembaga pendidikan yang belum memakai sistem pembelajaran yang berbasis multiple intelligences dengan benar, hal ini terbukti bahwa sebagian besar para pendidik di Indonesia, masih memakai sistem pembelajaran yang hanya menuntut kepada peserta didiknya untuk memiliki satu kecerdasan tunggal yakni kecerdasan intelektual bukan kecerdasan majemuk.
Kecerdasan intelektual adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah, serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Sedangkan kecerdasan majemuk adalah bahwa manusia tidak mempunyai satu inteligensi, tetapi malah memiliki banyak inteligensi (multiple intelligences), yang berbeda antara satu sama lain.
Munif Chatib dalam buku Gurunya Manusia (2012:133) menjelaskan bahwa orangtua dan guru yang kurang kreatif mengikuti kemauan otak anak yang sedang berkembang pesat.  Orang tua dan guru seyogianya hanya berpikir dan melakukan “tindakan pengamanan” tanpa harus mencegah aktivitas anak yang ingin mengetahui sesuatu. Karena anak-anak memiliki kecerdasan yang beragam.

Berdasarkan kurangnya pemahaman pendidik terhadap penerapan sistem pembelajaran yang berbasis multiple intelligences di Indonesia dengan benar, maka Munif Chatib seorang pakar multiple intelligences telah datang ke Indonesia dengan membawa sebuah terobosan baru dalam dunia pendidikan, terutama dalam aspek pembelajaran. Dan kini, Munif Chatib masih dan sedang melakukan penerapan sistem pembelajaran yang berbasis multiple intelligences ke berbagai lembaga pendidikan di Indonesia dari satu tempat ke tempat yang lain. Dengan adanya Munif Chatib dalam kegiatan pelatihan dan seminar di berbagai tempat lingkungan pendidikan, tiada lain adalah bertujuan untuk mengubah pola pemikiran para pendidik di Indonesia.
Munif Chatib menjelaskan bahwa hampir semua sekolah yang telah dijadikan objek penelitiannya tersebut telah terjebak pada pemahaman bahwa multiple intelligences adalah bidang studi. Kesalahpahaman ini dimungkinkan karena kemiripan istilah antara jenis kecerdasan yang dimunculkan oleh Howard Gardner dan nama bidang studi. Misalnya kecerdasan matematis-logis disamakan dengan bidang studi matematika; kecerdasan linguistik dianggap bidang studi bahasa Indonesia; kecerdasan musik dianggap bidang studi SBK (Seni Budaya Keterampilan); dan kecerdasan kinestetis adalah bidang studi olahraga; dan seterusnya. Pemahaman yang benar, harus bermula dari definisi sejarah “penemuan” multiple intelligences yang awalnya merupakan teori kecerdasan dalam ranah psikologi. Ketika ranah tersebut ditarik ke dunia edukasi, MI menjadi sebuah strategi pembelajaran untuk materi apapun dalam semua bidang studi. Inti dari strategi pembelajaran ini adalah bagaimana guru mengemas gaya mengajarnya agar mudah ditangkap dan dapat ditangkap oleh peserta didiknya. Pendalaman tentang strategi pembelajaran ini akan menghasilkan kemampuan guru membuat peserta didik tertarik dan berhasil dalam belajar dengan waktu yang relatif cepat.
Munif Chatib dalam bukunya “Sekolahnya Manusia” (2012: 80) menjelaskan bahwa pada saat multiple intelligences ditarik ke dalam ranah edukasi, paradigma pendidikan pun mengalami banyak koreksi. Ia pun menyadari betul, bahwa dalam penerapan multiple intelligences dalam dunia pendidikan, terutama untuk pembelajaran berbasis multiple intelligences yang ada di Indonesia, akan mengalami tantangan dan hambatan besar. Namun, dengan adanya referensi dari para tokoh multiple intelligences, khususnya Howard Gardner, dan Thomas Amstrong, yang selalu memberikan support kepada Munif Chatib untuk berani menerapkan multiple intelligences dalam dunia pendidikan di Indonesia. Apalagi setelah Howard Gardner, dan Thomas Amstrong, memberikan data tentang banyaknya sekolah yang berhasil menerapkan MI (multiple intelligences) di beberapa negara. Keberhasilan itu tidak hanya terlihat di Amerika Serikat, tetapi juga di Cina, India, Singapura, dan beberapa negara Asia lainnya.
Pada kenyataan di lapangan, suatu ruangan kelas, ketika pelaksanaan kegiatan pembelajaran berlangsung, sehari-hari tampak beberapa atau sebagian besar peserta didik belum melakukan kegiatan belajar sewaktu guru mengajar. Selama kegiatan pembelajaran, guru belum memberdayakan seluruh potensi dirinya sehingga sebagian besar peserta didik belum mampu mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti pembelajaran berikutnya. Beberapa peserta didik belum belajar sampai pada tingkat pemahaman. Peserta didik belum mampu mempelajari fakta, konsep, prinsip, hukum, teori dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah sehari-hari yang bersifat kontekstual.
Jikalau masalah hal diatas tadi, dibiarkan secara terus-menerus, maka lulusan sekolah sebagai generasi penerus bangsa akan sulit untuk bersaing dengan lulusan dari negara-negara lain. Lulusan yang diperlukan tidak hanya sekedar mampu mengingat dan memahami informasi, tetapi juga mampu menerapkannya secara kontekstual melalui beragam kompetensi. Di era globalisasi sekarang ini, diperlukan sebuah keanekaragaman keterampilan agar peserta didik mampu memberdayakan dirinya untuk menemukan, menafsirkan, menilai, dan menggunakan informasi, serta melahirkan sebuah gagasan yang kreatif untuk menentukan sikap dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, diperlukan kemampuan profesional guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran yang lebih efektif dan efesien.
Oleh karena itu, jika ditinjau berdasarkan uraian di atas, maka penulis berpendapat bahwa terdapat adanya suatu kesalahpahaman dari para pendidik di Indonesia dalam mendefinisikan sebuah multiple intelligences dengan benar. Dan hasil dari pendefinisian terebut adalah bahwa sistem penerapan pembelajaran berbasis multiple intelligences tersebut tidak sama dengan penerapan multiple intelligences yang dilakukan dan dikemukakan oleh Munif Chatib.
Disamping itu, penulis merasa perlu untuk mengkaji dan menganalisis lebih dalam mengenai sebuah permasalahan atas kesalahpahaman dalam mendefinisikan “multiple intelligences”, agar para pendidik tidak terjebak dalam memaknakan multiple intelligences di dunia pendidikan dalam aspek pembelajaran yang sesungguhnya.
Dengan demikian, dalam hal ini, penulis sangat tertarik untuk mengkaji dan menganalisis lebih dalam mengenai bagaimanakah sistem pembelajaran berbasis multiple intelligences yang seharusnya diterapkan di Indonesia dengan benar. Dalam penulisan tesis ini, penulis akan meneliti mengenai tokoh yang bernama Munif Chatib dalam konsep pembelajaran berbasis multiple intelligences.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas, maka penelitian ini dapat dirumuskan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, antara lain sebagai berikut:
1.      Apa itu multiple intelligences?
2.      Bagaimana pokok-pokok pikiran Munif Chatib tentang multiple intelligences?
3.      Bagaimana konsep pembelajaran berbasis multiple intelligences dalam perspektif Munif Chatib?
C.     Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang:
a.       Multiple intelligences
b.      Pokok-pokok pikiran Munif Chatib tentang multiple intelligences.
c.       Konsep pembelajaran berbasis multiple intelligences dalam perspektif Munif Chatib.
2.      Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan:
a.       Gambaran tentang multiple intelligences
b.      Pengetahuan pokok-pokok pikiran Munif Chatib tentang multiple intelligences.
c.       Manfaat tentang konsep pembelajaran berbasis multiple intelligences dalam perspektif Munif Chatib.

D.    Kerangka Pemikiran
Multiple intelligences merupakan koreksi terhadap konsep kecerdasan seseorang berdasarkan pada Intelligences Quotient (IQ) yang hanya mengukur kemampuan seseorang hanya berdasarkan pada linguistik, matematik logis dan spasial saja. Sedangkan menurut Howard Gardner manusia mempunyai kemampuan jamak yaitu verbal/linguistic, logical/mathematical, visual/spatial, intrapersonal, interpersonal, musical/rhythmic, bodily/kinesthetic, dan naturalist. Selain itu juga ada kecerdasan spiritual dan accentual. Setiap individu memiliki kecerdasan tersebut, tetapi dalam tingkat yang berbeda-beda. Oleh karena itu dalam pembelajaran dengan mengembangkan keseluruhan kecerdasan itu menjamin peserta didik menjadi juara. (Bambang Warsita, 2008: 84)
Howard Gardner menjelaskan bahwa intelligensi mengandung berbagai konstruk yang independen satu sama lain, jadi bukan saja dibentuk dari satu konstruk tunggal saja. (Robert J. Stenberg, 2008: 472)
Munif Chatib dalam buku tentang “Gurunya Manusia“ (2012:133) menjelaskan bahwa ketika ia mengadakan setiap kali pelatihan tentang multiple intelligences di banyak tempat, ia selalu mengatakan kepada orangtua dan guru bahwa merekalah yang kurang kreatif mengikuti kemauan otak anak yang sedang berkembang pesat. Orang tua dan guru seyogianya hanya berpikir dan melakukan “tindakan pengamanan” tanpa harus mencegah aktivitas anak yang ingin mengetahui sesuatu.
Dalam buku “Sekolahnya Manusia” (2012: 77-78), Munif Chatib menjelaskan bahwa di dalam multiple intelligences terdapat metode discovering ability, artinya proses menemukan kemampuan seseorang. Metode ini meyakini bahwa setiap orang pasti memiliki kecenderungan jenis kecerdasan tertentu. Kecenderungan tersebut harus ditemukan melalui pencarian kecerdasan.
Jika yang ditemukan adalah kelemahan dalam satu jenis kecerdasan, maka kelemahan itu harus dimasukkan ke laci dan dikunci rapat-rapat. Multiple intelligences bertujuan untuk mempromosikan kemampuan atau kelebihan seorang anak dan mengubur ketidakmampuan atau kelemahan anak. Proses menemukan inilah yang menjadi sumber kecerdasan seorang anak.
Howard Gardner dalam bukunya yang berjudul “Frames of Mind” pada 1983 yang dikutip oleh Munif Chatib dalam bukunya “Sekolah Anak-anak Juara” (2012: 78-79) menjelaskan bahwa ragam kecerdasan dipengaruhi oleh budaya tempat kita dilahirkan sehingga kecerdasan tidak lagi ditafsirkan sebagai kata tunggal dalam wacana kognitif. Menurut Gardner:  salah besar apabila kita mengasumsikan bahwa IQ adalah suatu entitas atau besaran tunggal dan tetap, yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas. Pendefinisian ulang tentang kecerdasan yang dicetuskan oleh Howard Gardner memperkuat perspektifnya tentang kecerdasan kognitif manusia dan ini menyadarkan kita, betapa kecerdasan memiliki spektrum yang sangat luas, bahkan menembus dimensi emosionalitas dan spiritualisme, yang didalamnya bersemayam kemampuan imajinasi, kreativitas, dan problem solving.
Munif Chatib dalam buku“Sekolah Anak-anak Juara” (2012: 79-80) menjelaskan bahwa menurut Gardner, kecerdasan seseorang meliputi unsur-unsur kecerdasan matematika logika, kecerdasan bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.
Adapun nama jenis-jenis kecerdasan diatas tersebut tidak berkorelasi langsung dengan nilai yang diperoleh pada pelajaran tertentu karena multiple intelligences bukan bidang studi dan bukan pula kurikulum. Kemiripan nama-nama kecerdasan tidak menunjukkan nama bidang studi. Multiple intelligences merupakan pengenalan peserta didik untuk menentukan strategi mengajar guru.
Maka penulis menyimpulkan bahwa setiap orang pasti memiliki kecenderungan jenis kecerdasan tertentu. Dan didalam kecenderungan tersebut harus ditemukan dengan melalui pencarian kecerdasan. Dan tentunya bahwa di dalam menemukan kecerdasan seseorang, adalah bahwa seorang anak harus dibantu oleh lingkungannya, baik orang tua, guru, sekolah, maupun sistem pendidikan yang diimplementasikan di suatu negara.
Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku, yang pertama yaitu peserta didik dan yang kedua yaitu guru. Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku peserta didik adalah belajar. Pembelajaran adalah proses dimana pengalaman yang dilalui membawa kepada perubahan yang signifikan bagi ilmu pengetahuan atau tingkah laku. (Wahidin, 2008: 104)
Eveline Siregar & Hartini Nara dalam bukunya Teori Belajar dan Pembelajaran” (2010: 12-14) menjelaskan bahwa orang yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pelatihan, istilah “proses belajar mengajar” atau “kegiatan belajar mengajar” adalah yang tidak asing lagi. Dalam kedua istilah tersebut kita lihat, adanya dua istilah yaitu “belajar” dan “mengajar”. Keduanya seolah-olah tak terpisahkan satu sama lain, ada anggapan bahwa kalau ada proses belajar tentulah ada proses mengajar. Seseorang belajar karena ada yang mengajar. Tetapi benarkah itu? Kalau mengajar kita pandang sebagai satu-satunya kegiatan atau proses yang dapat menghasilkan belajar pada diri seseorang, pendapat tersebut tidaklah benar. Proses belajar dapat terjadi kapan saja terlepas dari ada yang mengajar atau tidak. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Karena itu istilah “pembelajaran” mengandung makna yang lebih luas daripada “mengajar”, pembelajaran merupakan usaha yang dilaksanakan secara sengaja, terarah dan terencana, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali, dengan maksud agar terjadi belajar pada diri seseorang.
Kokom Komalasari (2010: 3) menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan secara efektif dan efisien.
Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal I Ayat 20, menjelaskan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Namun dalam pelaksanaannya seringkali kita tidak sadar, bahwa masih banyak kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan justru menghambat aktivitas dan kreativitas peserta didik. (E. Mulyasa, 2010: 164)

Penulis dapat menyimpulkan bahwa sejatinya pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan peserta didik, baik interaksi secara langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran. Dan terjadinya perilaku belajar pada pihak peserta didik dan perilaku mengajar pada pihak guru tidak berlangsung dari satu arah, melainkan terjadinya secara timbal balik, dimana kedua pihak berperan dan berbuat secara aktif di dalam suatu ruang kelas.
Salah satu permasalahan pendidikan yang menjadi prioritas untuk segera dicari pemecahannya adalah masalah kualitas pendidikan, khususnya kualitas pembelajaran. Dari berbagai kondisi dan potensi yang ada, upaya yang dapat dilakukan berkenaan dengan peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah adalah mengembangkan pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik dan memfasitasi kebutuhan masyarakat akan pendidikan yang berkelanjutan. (Rusman, 2011: 379)
Martinis Yamin dalam bukunya “Paradigma Baru Pembelajaran” (2011: 69-70) menjelaskan bahwa pembelajaran tidak diartikan sebagai sesuatu yang statis, melainkan suatu konsep yang bisa berkembang seirama dengan tuntutan kebutuhan hasil pendidikan yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan tekhnologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber daya manusia. Dengan demikian, pengertian pembelajaran yang berkaitan dengan sekolah adalah kemampuan mengelola secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan pembelajaran, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku. Adapun komponen yang dimaksud adalah antara lain, yaitu pembelajar, peserta didik, pembina sekolah, sarana/prasarana dan proses pembelajaran.
Pada pelaksanaan pembelajaran, banyak variabel yang mempengaruhi kesuksesan seorang guru. Penguasaan dan keterampilan guru dalam penguasaan materi pembelajaran dan strategi pembelajaran tidak menjadi jaminan untuk mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik secara optimal. Secara umum ada beberapa variabel, baik teknis maupun non teknis yang berpengaruh dalam keberhasilan proses pembelajaran. Diantara beberapa variabel tersebut adalah: 1) kemampuan guru dalam membuka pelajaran; 2)kemampuan guru dalam melaksanakan kegiatan inti pembelajaran; 3) kemampuan guru melakukan penilaian pembelajaran, 4) kemampuan guru menutup pembelajaran, dan; 5) faktor penunjang lainnya. (Made Wena, 2010: 17-18)
Munif Chatib dalam  buku “Sekolahnya Manusia” (2012:44) menjelaskan bahwa jika pembelajaran berbasis multiple intelligences ini diterapkan di sekolah, maka ada dampak positif dan negatifnya.  Apabila ditinjau dari sisi positifnya, bahwa MI adalah sistem pembelajaran yang sangat unik, menyenangkan, dan anak-anak terlibat langsung. Jadi, murid tidak hanya dijuluki d3, yaitu duduk, diam, dengar. Melainkan, dengan pembelajaran yang lebih sering di luar kelas, entah itu permainan, kuis, diskusi, menyanyi, menari, dan cara-cara pembelajaran yang menarik sehingga anak-anak merasa menikmatinya. Sedangkan, sisi negatif dari pembelajaran berbasis multiple intelligences adalah anak-anak terbiasa dengan sistem pembelajaran yang lebih mengutamakan aspek psikomotorik, sehingga dengan aspek tersebut mereka akan cepat bosan dan tidak begitu suka apabila menggunakan ranah kognitif.
Penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran berbasis multiple intelligences adalah pembelajaran yang didalamnya terdapat berbagai macam jenis metode pembelajaran yang sangat bervariasi dan pembelajaran tersebut membuat kegiatan belajar sangat menyenangkan bagi peserta didik. Dalam pembelajaran berbasis multiple intelligences dibutuhkan kreativitas yang tinggi oleh para pendidiknya.
Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences
Konsep Multiple Intelligences
Konsep Pembelajaran
 








E.     Tinjauan Pustaka
Dari hasil penelitian mengenai “Faktor-faktor Kematangan Siswa dan Aplikasi teori kecerdasan Majemuk terhadap prestasi belajar peserta didik di Sekolah Dasar Islam Terpadu Insan Rabbani Bekasi Barat” (Roro Bintang Lukitan Ningrum, Tesis, IMNI Jakarta, 2011) disebutkan bahwa faktor kematangan peserta didik dipengaruhi oleh banyak hal. Walaupun sesungguhnya usia tidak memiliki pengaruh yang cukup kuat, namun hal-hal lain seperti pola asuh dalam keluarga dan media massa dapat memberikan dampak terhadap kematangan peserta didik. Dan aplikasi teori kecerdasan majemuk sangat berpengaruh kepada pencapaian prestasi belajar peserta didik. Hal ini dapat dilihat pada prosentase peningkatan prestasi belajar selama dua semester berturut-turut.
Bertitik tolak pada hasil penelitian tersebut, disampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1.      Dalam melaksanakan Tes kematangan peserta didik hendaknya diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan peserta didik serta latar belakang kondisi peserta didik serta situasi lokasi ketika tes tersebut dilakukan sehingga hasilnya akan lebih mewakili kemampuan peserta didik yang sebenarnya
2.      Aplikasi teori kecerdasan majemuk membutuhkan kreatifitas pendidik dalam pengolahan segala sesuatu agar dapat dijadikan media pembelajaran. Untuk itu diperlukan kompetensi dan pengetahuan yang tinggi, demi mencapai hasil yang lebih baik lagi. Sebaiknya setiap pendidik tidak merasa puas dengan sekedar mengetahui dan melaksanakannya tanpa bekal pelatihan dan wawasan yang terus bertambah dari waktu ke waktu.
3.      Prestasi belajar peserta didik selayaknya tidak hanya dijabarkan dalam angka-angka, melainkan juga dalam bentuk narasi yang lebih mampu menjelaskan kemampuan masing-masing peserta didik, sehingga tampak jelas kecerdasan apa yang mereka miliki dan berpotensi untuk dikembangkan.
Siti Rohmah (Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Teori Kecerdasan Majemuk Howard Gardner Dan Pengembangannya Pada Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Untuk Anak Usia Sekolah Dasar” menjelaskan bahwa:
1.      Setiap individu pada dasarnya memiliki banyak kecerdasan yang harus dikembangkan sejak usia dini minimal sekolah dasar. Minimal ada sembilan kecerdasan yang dimiliki manusia, yaitu kecerdasan linguistik, matematis-logis, ruang-spasial, kinestetik-badani, musikal, interpersonal, intra personal, naturalis, dan eksistensial.
2.      Pengembangan kecerdasan majemuk pada metode pembelajaran PAI untuk anak usia sekolah dasar membutuhkan kreativitas seorang guru, baik dalam mengatur, merencanakan, maupun menerapkan metode-metode tersebut. Adapun hasil dari penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis konsep kecerdasan majemuk menurut Howard Gardner untuk mencari cara pengembangan kecerdasan majemuk tersebut pada metode pembelajaran PAI untuk anak usia sekolah dasar.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Bairus Salim (Tesis, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2008) berjudul: ”Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences (Tela’ah Dari Sudut Pandang Pendidikan Islam)”menjelaskan bahwa:
1.      Kecerdasan menurut teori multiple intelligences tidak saja dapat diukur oleh kemampuan matematika, logika dan bahasa sebagaimana konsep kecerdasan klasik, melainkan setidaknya ada delapan kecerdasan manusia yang dapat dikembangkan. Kedelapan jenis kecerdasan tersebut adalah kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis-logis, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan musik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan naturalis.
2.      Teori multiple intelligences pada perkembangannya tidak saja merubah paradigma berfikir tentang kecerdasan tetapi juga menjelma menjadi metode pembelajaran yang inovatif dan kreatif sehingga proses pembelajaran dapat menyenangkan dan tidak monoton.
3.      Metode pembelajaran multiple intelligences memiliki relevansi yang erat dengan metode pendidikan Islam, hanya saja konsep dasar teori multiple intelligences tidak seutuh pendidikan Islam. Kendati demikian, metode multiple intelligences berkembang pesat sehingga tampak lebih inovatif dan kreatif, tidak seperti metode pendidikan Islam yang terkesan lambat dan konservatif.
Penelitian pada tahun 2009 yang dilakukan oleh Miftahul Jannah (Tesis, IAIN Sunan Ampel Surabaya) yang berjudul tentang: “Implementasi Multiple Intelligences System Pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMP Yayasan Islam Malik Ibrahim (YIMI) Full Day School Gresik Jawa Timur” menjelaskan bahwa:
1.      Pengelolaan pembelajaran PAI di SMP YIMI Gresik dibuat dengan berdasarkan Multiple Intelligences System. Akan tetapi, tidak seluruhnya dilakukan secara sempurna dan mandiri karena SMP YIMI Gresik, dalam beberapa hal, harus mengikuti ketentuan dari Departemen Pendidikan Nasional (Diknas), seperti kurikulum dan sistem evaluasi (penilaian) peserta didik. Secara umum, pengelolaan pembelajaran PAI sudah berlangsung dengan baik. Hal ini didasarkan pada pola pemikiran yang komprehensif dalam mengelola pembelajaran sehingga lebih efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Hal tersebut tampak dari penyusunan rencana pembelajaran/Lesson Plan, penyusunan materi, metode/media, guru, penilaian, dan pelaksanaan pembelajaran di kelas.
2.      Kelebihan penerapan Multiple Intelligences System pada pembelajaran PAI antara lain: memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran, terciptanya joyfull learning, dan menjadikan guru lebih kreatif. Adapun kekurangannya adalah bahwa penilaian sebagaimana dikonsepkan dalam strategi Multiple Intelligences System, yaitu penilaian autentik, belum bisa dilaksanakan disebabkan terkendala kebijaksanaan Diknas, dan pelaksanaan MIR yang seharusnya setiap kenaikan kelas, hanya dapat dilaksanakan pada tahun pertama.
Dalam aspek yang sama yakni multiple intelligences, penelitian yang dilakukan pada tahun 2011 oleh Eni Purwati dalam penulisan disertasinya yang berjudul: “Pendidikan Islam Berbasis Multiple Intelligences System (Studi Pada SMP YIMI Gresik Dan MTs. Yima Bondowoso Jawa Timur) yang menjelaskan bahwa:
1.      Pengelolaan input pendidikan berbasis Multiple Intelligences System di SMP YIMI Gresik dan MTs. YIMA Bondowoso dilaksanakan dengan pendidikan inklusi dengan paradigma education for All; salahsatunya yaitu sistem rekrutmen peserta didik baru tanpa tes, jumlah peserta didik baru yang diterima dibatasi jumlah daya tampung kelas yang disediakan.
2.      Proses pembelajaran berbasis Multiple Intelligences System di SMP YIMI Gresik dan MTs. YIMA Bondowoso ini dilaksanakan salahsatunya dengan penyusunan Lesson Plan berdasarkan hasil MIR dan SOP konsultasi Lesson Plan, dengan memperhatikan 8 kecerdasan tertinggi, gaya belajar, dan kondisi peserta didik.
3.      Output pendidikan berbasis Multiple Intelligences System di SMP YIMI Gresik dan MTs. YIMA Bondowoso dilaksanakan dengan konsep penilaian Otentik dan Isaptive.
Penelitian pada tahun 2010 yang dilakukan oleh Salim Haddar (Skripsi, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang) yang berjudul: “Penerapan Konsep Multiple Intelligences Dalam Mewujudkan Sekolah Unggul” (Studi Kasus Di SD YIMA Islamic School Bondowoso)” menjelaskan bahwa:
1.      Desain konsep multiple intelligences di SD YIMA Islamic School Bondowoso secara global meliputi tiga tahap penting yaitu input, proses dan output. Pada input, sekolah ini menggunakan Multiple Intelligence Research (MIR) yaitu semacam alat riset psikologis yang mengeluarkan deskripsi kecenderungan kecerdasan majemuk anak dan gaya belajarnya. Pada proses, gaya mengajar gurunya harus sama dengan gaya belajar peserta didiknya. Pada proses ini guru menggunakan pendekatan individual sesuai dengan kecerdasan peserta didik pada saat mengajar. Sedangkan pada output, sekolah ini menggunakan penilaian autentik, yaitu penilaian berbasis proses yang menilai sosok utuh seorang peserta didik dari 3 ranah yaitu kognitif, psikomotorik dan afektifnya.
2.      Implementasi konsep multiple intelligences di SD YIMA Islamic School Bondowoso sudah berjalan sangat baik. Dalam hal ini dapat dilihat dari 3 tahap penting yaitu input, proses dan output.
3.      Evaluasi dari pengimplementasian Konsep multiple intelligences di SD YIMA Islamic School Bondowoso secara keseluruhan terletak pada efektivitas kinerja guru dalam mengajar menggunakan konsep multiple intelligences, jadi evaluasi ini dilihat sejauhmana seorang guru berhasil dalam menerapkan metode atau gaya mengajar sesuai multiple intelligences peserta didik. Secara tekhnis pelaksanaan evaluasi di SD YIMA terbagi menjadi tiga tahap yaitu: Konsultasi Lesson Plan (Rencana Pembelajaran), Observasi Kelas, dan Feed back.
Penelitian pada tahun 2012 yang dilakukan oleh Nanda Dewannata Kusuma Yochasmana (Skripsi, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta) yang berjudul: “Perancangan Aplikasi Tes Multiple Intelligences” menjelaskan bahwa: pentingnya pendidikan bagi kehidupan bila diimbangi minat yang sesuai dengan keinginan kita. Terkadang orang tua tidak mengetahui bakat yang dimiliki anaknya. Dan penulis merancang dari sebuah permasalahan yang ada, yakni aplikasi tes multiple intelligences yang dapat diakses melalui web dengan menggunakan bahasa pemprograman PHP, MySql dan Java Script. Dengan aplikasi ini akan memberikan informasi mengenai potensi apa yang lebih unggul dan kurang dari 8 tingkat kecerdasan yang terdapat di dalam diri siswa yang mengikuti tes multiple intelligences.
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang sudah dilakukan terlebih dahulu apabila dikaji secara ilmiah, maka penulis dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa penelitian tersebut hanya menjelaskan tentang berbagai jenis pembelajaran berbasis multiple intelligences yang kini belum ada yang menulis sebuah karya ilmiah sampai pada tulisan yang mengkaji tentang konsep pembelajaran berbasis multiple intelligences dalam perspektif kajian tokoh.
Dan kajian pemikiran dari tokoh yang bernama Munif Chatib tersebut belum pernah ditulis dalam bentuk judul yang sama. Penelitian ini tentu saja berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya, karena penelitian yang dilakukan oleh penulis ini mencoba menjelaskan tentang kajian pemikiran seorang tokoh pendidikan yang menjadi inspirasi bagi bangsa Indonesia, Munif Chatib. Ia merupakan salah satu murid dari Bobbi DePorter di SuperCamp yang kini tengah sukses menjadi pakar multiple intelligences yang ada di Indonesia.

F.      Signifikansi Penelitian
Terdapat tiga signifikansi penelitian dalam tulisan tesis ini, diantaranya yaitu sebagai berikut:
1.      Kontribusi peneliti bagi pengembangan penelitian selanjutnya
Peneliti berpendapat bahwa meneliti kelebihan seseorang adalah sangat penting sebab Allah SWT. Telah memberi kelebihan satu diatas yang lain agar kita saling melengkapi, menyempurnakan dan memperindah. Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Zukhruf ayat 32:
óOèdr& tbqßJÅ¡ø)tƒ |MuH÷qu y7În/u 4 ß`øtwU $oYôJ|¡s% NæhuZ÷t/ öNåktJt±ŠÏè¨B Îû Ío4quŠysø9$# $u÷R9$# 4 $uZ÷èsùuur öNåk|Õ÷èt/ s-öqsù <Ù÷èt/ ;M»y_uyŠ xÏ­GuÏj9 NåkÝÕ÷èt/ $VÒ÷èt/ $wƒÌ÷ß 3 àMuH÷quur y7În/u ׎öyz $£JÏiB tbqãèyJøgs ÇÌËÈ  
Yang artinya: “Apakah mereka yang membagi-bagi Rahmat Rabbmu Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (Departemen Agama, 2000: 798)

Apalagi di dunia pendidikan yang sangat dinamis dan dituntut solutif maka penelitian ini untuk mengungkap kelebihan seorang tokoh yang bernama Munif Chatib untuk dijadikan model sebagai sumber inspirasi adalah sesuatu yang sangat penting.
Peneliti melihat bahwa dengan menerapkan sistem pembelajaran berbasis multiple intelligences yang dilakukan oleh Munif Chatib tersebut, maka akan terjadi salah satu perubahan paradigma pembelajaran pada saat dulu. Hal tersebut disebabkan bahwa pada saat itu, orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru, kini beralih berpusat pada murid, metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori, dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual. Dengan demikian, dengan adanya semua perubahan tersebut, tujuannya tidak lain adalah dimaksudkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil dari pendidikan itu sendiri.
Penelitian pembelajaran berbasis multiple intelligences ini, peneliti menggunakan penelitian yang bersifat kualitatif, Oleh karena itu, untuk para peneliti selanjutnya yang hendak akan melakukan pengembangan penelitian mengenai pembelajaran berbasis multiple intelligences, diharapkan bisa melakukan penelitian yang bersifat kuantitatif, agar analisis hasilnya lebih mendalam. Dan akhirnya dalam penelitian mengenai pembelajaran berbasis  multiple intelligences ini, akan lebih dirasakan dan diterapkan oleh semua kalangan, khususnya di dunia pendidikan.
2.      Bagi dunia Pendidik Secara Umum
Pembelajaran berbasis multiple intelligences merupakan hal yang sangat penting bagi para pendidik karena dalam proses pembelajaran tersebut akan lebih variatif, inovatif, dan konstruktif dalam merekonstruksi wawasan pengetahuan dan implementasinya sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik.
3.      Bagi Pengajar
Pembelajaran berbasis multiple intelligences merupakan hal yang sangat penting bagi para pengajar karena untuk mempelajari dan menambah wawasan tentang model pembelajaran yang telah diketahui. Karena dengan memakai sistem pembelajaran berbasis multiple intelligences, maka seorang guru akan merasakan adanya kemudahan di dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, sehingga tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran dapat tercapai dan tuntas sesuai yang diharapkan.

G.    Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif (Library Research) yaitu dengan mencoba memperoleh pemahaman yang holistic tentang masalah yang sedang dihadapi secara realitas. Metode penelitian ini muncul karena terjadi perubahan paradigma dalam memandang suatu realita atau fenomena atau gejala. (Sugiyono, 2010: 1)
Metode penelitian kualitatif ini adalah dengan menggunakan metode penelitian studi biografis yang bersifat “library research”. Secara formal, dalam buku Handbook Of Qualitative Research menjelaskan bahwa biografi adalah “sejarah tertulis tentang kehidupan seseorang”. (Norman K. Denzin & Yvonna S. Lincoln, 2009: 366).
Penelitian yang penulis lakukan, sesuai dengan masalah yang diteliti, adalah bersifat “library research”atau studi kepustakaan, yaitu melalui berbagai sumber rujukan baik yang primer maupun yang sekunder.

Data primer adalah tulisan-tulisan Munif Chatib sendiri, seperti: Sekolahnya manusia, Sekolah anak-anak juara, Orangtuanya Manusia, Gurunya Manusia, dan lain-lain. Sedangkan data sekunder adalah tulisan orang lain mengenai pembelajaran berbasis multiple intelligences.
Adapun langkahnya sebagai berikut: Pertama, pengumpulan sumber-sumber rujukan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Kedua, menganalisa data-data yang ada di dalam sumber-sumber rujukan secara mendalam dengan pendekatan dan metode:
1.      Observasi. Dalam observasi ini, peneliti bertujuan untuk melihat objek secara nyata tentang salahsatu contoh sekolah yang menggunakan pembelajaran berbasis multiple intelligences. Observasi di salahsatu sekolah yang berbasis multiple intelligences, yaitu SMP Lazuardi Global Islamic School Jakarta.
2.      Wawancara. Wawancara dengan guru, trainer dan dengan Munif Chatib yaitu dilakukan dengan cara mengikuti adanya pelatihan-pelatihan dan seminar tentang multiple intelligences.
3.      Pendekatan historis, digunakan untuk mengungkap riwayat hidup, latar belakang pendidikan, pokok-pokok pemikiran Munif Chatib.
4.      Deskriptif analisis, yaitu memberi gambaran obyektif, jelas, sistematis, dan proporsional sesuai dengan data yang terkumpul.
5.      Cara mengambil kesimpulan dengan menggunakan induksi dan deduksi. Metode induksi dilakukan dengan jalan mengambil kesimpulan dari hal yang bersifat khusus menuju ke hal yang bersifat umum. Sedangkan metode deduksi, yaitu berangkat dari hal yang sifatnya khusus.
Selain itu, wilayah kajian dalam penelitian tesis ini adalah psikologi pendidikan. (Jamali Sahrodi, dkk., 2012: 47)

H.    Sistematika Penulisan
Bab Pertama, merupakan bab Pendahuluan, yang memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, tinjauan pustaka, signifikansi penelitian, metodologi penelitian, sistematika pembahasan.
Bab Kedua, membahas tentang multiple Intelligences, geneologi konsep multiple intelligences (MI) Munif Chatib.
Bab Ketiga, merupakan bab yang membahas secara teoritik mengenai pokok-pokok pemikiran Munif Chatib tentang multiple intelligences.
Bab Keempat, adalah bab yang didalamnya akan diuraikan secara praktis mengenai konsep multiple intelligences dalam perspektif Munif Chatib yang menguraikan tentang: Kontekstualisasi Multiple Intelligences (MI) dalam pembelajaran di sekolah.
Bab Kelima, pada bab ini merupakan bagian penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

0 comments: