Perlunya Perempuan Berpendidikan
Oleh:
Uswatun Hasanah, M.Pd.I.*
Tanggal 21
April merupakan tanggal dan bulan lahirnya sosok perempuan hebat, yang terkenal
dengan slogannya yaitu “Habis gelap, terbitlah terang”.
Beliau adalah sosok pahlawan Nasional bernama Raden Ajeng Kartini. Adanya RA.Kartini
telah membawa banyak perubahan positif bagi kaum perempuan di Indonesia. Karena
dari jasa beliaulah dalam memperjuangkan emansipasi perempuan, lalu generasi
abad 21 untuk menjadi Kartini mesti bagaimana, dan apa yang patut diupayakan?!
Hal
demikian tentunya, salah satu yang harus dilakukan adalah “Perlunya perempuan
dalam berpendidikan”. Mengapa demikian? Karena perempuan merupakan pendidik
utama bagi anak-anaknya. Jika perempuan memperoleh kesempatan yang sama dengan
laki-laki dalam mengenyam di dunia pendidikan, niscaya akan lahirlah bayi-bayi
yang cerdas. Dan tumbuhlah anak-anak yang berpotensi kebaikan dan kecerdasan,
yang kelak jika ia dewasa, ia bisa menjadi seseorang yang bermanfaat buat
dirinya sendiri dan orang lain. Hal tersebut merupakan salah satu usaha agar bangsa
dan negaranya menjadi lebih maju dan berkembang.
Pada zaman sekarang ini, sebagian besar
masyarakat masih mencitrakan sosok perempuan sebagai makhluk yang tidak penting
dan banyak yang menganggap bahwa perempuan hanya menjadi pelengkap hidup.
Dengan mendapati citra yang negative pada sosok perempuan ini, maka akses untuk
kaum perempuan dalam memperoleh pendidikan yang tinggi pun sangat terbatas.
Selain itu juga perempuan masih dianggap sebagai sebuah pelengkap, entah perempuan
tersebut posisinya itu sebagai ibu, istri, atau remaja perempuan.
Penulis
melihat, dalam realita sekarang, sebagian masyarakat memandang bahwa perempuan
semestinya selalu berhadapan dengan dunia SKD, yaitu Sumur, Kasur, dan Dapur,
yang intinya posisi perempuan selalu menetap berada di dalam rumah. Dan
kenyataan dalam pengalaman membuktikan bahwa “perempuan yang tidak pernah
mengenyam dunia pendidikan, saat perempuan sudah berkeluarga, perempuan
tersebut cenderung rawan mengalami masalah KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
Selain itu, terkadang mereka dihadapi dengan masalah perceraian dalam rumah
tangganya dikarenakan factor ekonomi, karena yang bekerja di luar rumah
hanyalah laki-laki, perempuan hanya berada di rumah”.
Penulis
menganggap bahwa sepertinya perempuan menghirup nafas ke dunia diibaratkan
sebagai hidangan makanan bagi kaum laki-laki untuk dapat menopang kehidupannya.
Pencitraan perempuan sebagai manusia pelengkap bagi kaum laki-laki, dapat mendorong
perempuan ke posisi subordinat. Pencitraan subordinasi perempuan dimulai dari
padangan terhadap perbedaan biologis. Sosok perempuan jika ditinjau secara
fisiologis dan fungsi reproduksinya, dapat dianggap sebagai yang lebih dekat
dengan alam (nature) untuk
melaksanakan fungsi haid, hamil, melahirkan, menyusui dengan memberikan ASI
ekslusif, yang disimbolkan sebagai tanah atau air sebagai sumber kehidupan.
Sampai saat
ini masih ada sebagian masyarakat yang berkeyakinan bahwa kemampuan kecerdasan
perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Sehingga hal ini dapat memarginalkan perempuan untuk memperoleh
pendidikan yang tinggi. Dalam keluarga dengan latar belakang ekonomi yang
tinggi sekalipun, kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi perempuan masih
terbatas, apalagi pada keluarga dengan latar belakang ekonomi yang lebih
rendah. Masyarakat juga memandang bahwa
perempuan dengan fisik yang lebih lemah dan pasif, tidak memungkinkan mereka
untuk dapat memenuhi sebanyak dan sekuat aktivitas yang dilakukan oleh laki-laki.
Masyarakat juga berasumsi bahwa pendidikan hanya dapat dicapai oleh orang-orang
yang mau bergerak dengan mobilitas tinggi, yang menghabiskan seluruh waktunya
untuk membaca buku, melakukan eksperimen berjam-jam di laboratorium, meneliti
di lapangan, menulis dan berdiskusi dalam sisa waktunya, dan jika hal demikian
dilakukan oleh seorang perempuan, maka seorang perempuan tadi dianggap dapat
menyebabkan mereka kehilangan identitas kewanitaannya. Mengapa bisa demikian?
Karena perempuan tersebut tidak memiliki waktu untuk melakukan tugas-tugas
kewanitaan di rumah tangga dan keluarganya. Selain itu juga, fisik seorang
perempuan yang lemah yang digunakan untuk mobilitas pendidikan seperti
laki-laki akan dapat menyebabkan perubahan fisik yang tidak menarik lagi bagi
kaum adam atau kaum laki-laki.
Pendidikan
yang dipandang oleh masyarakat sebagai pekerjaan berat yang bersifat fisik
seolah-olah memerlukan otot yang kuat untuk melakukannya. Selain itu, perempuan
dengan peran rumah tangga untuk mengasuh dan merawat anak, tidak perlu
memperoleh pendidikan tinggi, melainkan hanya cukup dapat membaca dan menulis
sebagai bekal untuk dapat mendidik anak-anak di awal kehidupannya. Masyarakat
masih berkeyakinan bahwa pendidikan dan pengajaran bagi perempuan tidak penting,
bahkan ada yang mempertanyakan, “Apakah mengajar perempuan itu diperbolehkan di
dalam Islam?” Berdasarkan pandangan masyarakat yang masih saja memarginalkan perempuan dalam dunia
pendidikan itulah, penulis meninjau dari segi ilmu psikologi, yang diharapkan
dapat menjadi “sesuatu yang penting bagi perempuan dalam memperoleh kesempatan
berpendidikan yang sama sepertihalnya laki-laki”. Pendidikan yang berasaskan
upaya mencerdaskan bangsa adalah pendidikan yang memberi hak yang adil kepada
laki-laki maupun perempuan dalam memperoleh pendidikan (yang “bermutu”).
Menurut
hemat penulis, bahwa perbedaan laki-laki dan perempuan itu hanya terletak pada
perbedaan jenis kelamin. Perempuan tidak berbeda dengan laki-laki dalam hal
fungsi anggota tubuh, perasaan, daya serap, pikiran dan hakikat kemanusiaannya
tidak berbeda. Adapun jika dalam kenyataan terjadi bahwa laki-laki mengungguli
perempuan dalam segi akal dan jasmani, maka hal tersebut bukan berarti bahwa
hakekat perempuan tersebut demikian. Namun, karena perempuan tidak pernah mendapatkan
kesempatan untuk melatih pikiran dan jasmani selama hidupnya, yakni kesempatan
dalam memperoleh pendidikan yang tinggi. Selamat hari kartini di tahun 2013,
semoga perempuan-perempuan masa kini, bisa menjadi penerus RA. Kartini. Dan semoga
tulisan ini bermanfaat!...
*Guru SDN 2 Mertapada Kulon di Lingkungan UPT
Pendidikan Kecamatan Astanajapura
0 comments:
Post a Comment